- Novel-Eng
- Romance
- CEO & Rich
- Billionaire
- Marriage & Family
- Love
- Sweet Love
- Revenge
- Werewolf
- Family
- Marriage
- Drama
- Alpha
- Action
- Adult
- Adventure
- Comedy
- Drama
- Ecchi
- Fantasy
- Gender Bender
- Harem
- Historical
- Horror
- Josei
- Game
- Martial Arts
- Mature
- Mecha
- Mystery
- Psychological
- Romance
- School Life
- Sci-fi
- Seinen
- Shoujo
- Shounen Ai
- Shounen
- Slice of Life
- Smut
- Sports
- Supernatural
- Tragedy
- Wuxia
- Xianxia
- Xuanhuan
- Yaoi
- Military
- Two-dimensional
- Urban Life
- Yuri
Bab 232
Kalau sebelumnya Selena sudah memeriksa luka Harvey atau memijat kepalanya.
Namun, hari ini dia tidak melakukannya.
Meskipun perpisahan mereka diperhitungkan, masuknya Arya ke rumah sakit tidak ada hubungannya
dengan Harvey. Akhirnya pria di depannya sudah menjadi masal
lalu.
Selena harus terbiasa hidup tanpa Harvey di masa depan.
Selena berdiri dengan sopan di samping dan dengan nada mantap dia berkata, ” Tuan Harvey, aku
sudah bawa proposal perencanaannya.”
Tanpa membuka mata, Harvey mengerutkan keningnya di wajahnya yang tampant
dan berkata, “Kemarilah.”
Selena mengambil proposalnya dan berjalan ke samping Harvey, lalu berkata, ”
Kalau Tuan Harvey merasa sangat capek, biar aku yang bacain.”
Sebelumnya saat Harvey sibuk, Selena akan melakukan hal seperti itu. Harvey
beristirahat dan Selena membacakan laporan atau proposal untuknya. Kemudian,
setelah dia memutuskannya, dia memberi tahu Selena untuk mengurusnya.
Harvey membuka matanya dan menggenggam pergelangan tangan Selena dengan
lembut, lalu menarik Selena ke dalam pelukannya. Tubuh Selena yang lembut dan
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇtmulus pun masuk ke dalam dekapannya.
Selena mendesah manja dan pria yang semalam mudah tersinggung seperti guntur
tiba–tiba melakukan hal seperti ini padanya.
Dokumen–dokumen yang dipegang Selena pun berhamburan di lantai. Pergelangan
tangan Selena yang ramping bersandar di dada Harvey yang keras.
Seharusnya Agatha menunjukkan otoritasnya sebagai istri seorang direktur
presiden ke departemen lain, tetapi Harvey malah memeluk mantan istrinya di
kantor direktur.
Selena merasa hubungan ini cukup kacau untuk dijelaskan.
1/3
“Tuan Harvey, apa yang kamu lakukan?”
Selena yang tak berdaya menatap mata hitam nan tajamn Harvey yang baru saja terbuka. Tidak ada
rasa benci maupun kasih sayang di dalam mata itu. Hanya ketenangan seperti sebuah danau yang
membuat Selena kesulitan memahami apa
isi pikiran Harvey.
“Kudengar hari ini kamu lagi banyak digosipin di kantor.”
“Kurang lebih ada hubungannya denganmu.”
Orang di belakang layar hanya memotret Selena dan Pak Niko ketika mereka satu persatu memasuki
hotel serta tak ada foto yang ada keikutsertaan yang signifikan antara Selena dengan Pak Niko. Ini
juga alasan kenapa Selena berspekulasi bahwa
itu tidak ada hubungannya dengan Lina.
Kalau Lina terekspos, setidaknya diperlukan foto yang lebih dekat untuk menunjukkan bahwa orang
tersebut sedang jongkok di dekat pintu.
Kalau Harvey tidak membawa Selena ke lantai atas dan tak berganti pakaian, hal ini
tidak mungkin akan terjadi.
Harvey mengerutkan keningnya dan bertanya, “Kamu menyalahkanku?”
“Bukannya gitu.”
“Omong–omong kamu hebat juga, ya. Seorang karyawan baru yang baru bekerja kurang dari satu
minggu, tapi sudah menyinggung semua orang di kantor.”
Harvey mengangkat sehelai rambut yang tergerai di samping telinganya yang mana lebih panjang dari
rambut Selena sebelumnya.
Harvey memiringkan kepalanya untuk mendekati telinga Selena dan berkata, ” Katamu kamu ingin
memulai dari awal lagi dan bekerja dengan giat, tapi…
Harvey memanjangkan kata “tapi” dan tatapannya mendingin, lalu menambahkan, ” Aku nggak merasa
penampilanmu sebagai musuh dan nyablak begitu seolah–olah kamu giat bekerja. Selena, kamu pikir
aku bodoh? Apa yang kamu ingin lakukan dengan masuk ke perusahaan Irwin?”
Jantung Selena berdegup kencang. Seperti dugaannya, tak ada yang bisa Selena
23
sembunyikan dari Harvey.
Harvey begitu kesal saat Selena hanya menyebutkan sesuatu hal yang berhubungan dengan Lanny
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏmtadi malam. Apalagi pihak lain mengawasinya dengan ketat. Kalau Selena mengatakannya, tidak bisa
menjamin Harvey tidak akan waspada kalau dirinya tidak seceroboh itu.
Perkataan yang hendak dilontarkan oleh Selena pun ditelannya kembali. Dengan wajah sedih, dia
berkata, “Aku ke sini untuk kerja dan aku membutuhkan seseorang untuk memberiku kesempatan.
Seperti yang kamu lihat, mereka menindasku sebagai karyawan baru tanpa dukungan di belakangku.
Aku baru saja masuk kerja, tapi sudah disuruh untuk menanggung beban besar. Kalau aku nggak mau,
mereka pasti akan melaporkanku.”
Setelah selesai berbicara, Selena semakin marah dan berkata, “Semalam kamu nggak lihat kalau Pak
Niko bisa menjadi ayahku. Dia bahkan ingin menemaniku. Kalau aku nggak menolaknya, aku akan di–
bully terus–terusan.”
Ketika melihat ekspresi sedih Selena, Harvey mengerutkan dahinya dan berkata, ” Siapa bilang kamu
nggak punya pendukung di belakangmu?”
Awalnya jelas bahwa ini adalah apa yang Harvey setujui diam–diam. Dia berharap Selena
memeluknya kembali setelah merasa dirugikan.
Siapa sangka Selena malah patuh di depannya dan hampir bertingkah licik.
Selena melirik Harvey dengan menyedihkan dan berkata, “Tuan Harvey, apakah pendukungku…
adalah kamu?”
Ujung jari Harvey mendarat ke bibir Selena yang tak diolesi lipstik. Warna bibirnya sedikit lebih terang
dari orang biasa dan agak kusam.
Harvey pun berkata dengan suara yang terdengar sembrono, “Tergantung kamu mau atau nggak.”