- Novel-Eng
- Romance
- CEO & Rich
- Billionaire
- Marriage & Family
- Love
- Sweet Love
- Revenge
- Werewolf
- Family
- Marriage
- Drama
- Alpha
- Action
- Adult
- Adventure
- Comedy
- Drama
- Ecchi
- Fantasy
- Gender Bender
- Harem
- Historical
- Horror
- Josei
- Game
- Martial Arts
- Mature
- Mecha
- Mystery
- Psychological
- Romance
- School Life
- Sci-fi
- Seinen
- Shoujo
- Shounen Ai
- Shounen
- Slice of Life
- Smut
- Sports
- Supernatural
- Tragedy
- Wuxia
- Xianxia
- Xuanhuan
- Yaoi
- Military
- Two-dimensional
- Urban Life
- Yuri
23
Bab 234
Selena tidak pernah berpikir untuk memprovokasi Agatha. Bagaimana bisa dia kembali secepat itu?
Dulu Agatha sangat membenci Selena. Kalau dia tahu Selena ada di kantor direktur, bukankah ini bisa
membuat Grup Irwin kacau balau?
Ketika memikirkan tujuan utamanya datang ke Grup Irwin, Selena tidak akan membiarkan Agatha
mengganggu rencananya.
Selena mendorong dada Harvey dengan mengerutkan alisnya untuk menunjukkan ketidaksabarannya.
Namun, Harvey mengabaikannya. Saat ini, seolah–olah Harvey sudah lama
merindukan Selena, seperti musafir yang akhirnya menemukan satu–satunya mata air dan sama sekali
tak mau melepaskannya.
Selena sudah panik. Ketika melihat Agatha yang hendak menerobos masuk, Harvey masih tidak
berniat untuk melepaskan tangan Selena.
Agatha semakin tidak sabar. Jelas–jelas dirinya sudah menjadi tunangan Harvey, tetapi Chandra
melihatnya seolah–olah bertingkah seperti pencuri.
“Kenapa? Apa aku masih perlu membuat janji untuk bertemu dengan tunanganku?
Minggir.”
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇtJantung Selena hampir saja melompat. Dia berusaha keras untuk terlepas dari
pelukan Harvey.
Namun, orang gila yang tidak mau melepaskan Selena malah menyetujui
pernikahannya dengan Keluarga Wilson. Entah apa yang ada di dalam pikirannya.
Kamu kira Harvey sungguh menyukai Agatha, ‘kan? Kalau begitu, kenapa dia malah
tidak bisa melepaskan tangan Selena di saat seperti ini?
Mata besar Selena dipenuhi dengan amarah. Dia merendahkan suaranya dan berkata, “Harvey, apa
kamu sudah gila?”
Harvey tersenyum dan menatap Selena dengan penuh minat.
Bisa jadi inilah sosok Selena yang sesungguhnya.
Selena seolah–olah berkeliaran seperti lalat tanpa kepala di ruangan sebesar itu. Kadang membuka
lemari rak buku, kadang berbaring di atas lantai dan mencobal untuk bersembunyi di bawah sofa.
Setelah mencari–cari, Selena menemukan bahwa di kantor Harvey tak bisa
menyembunyikan seorang pun. Mau tak mau dia mengeluh dengan berbisik, “Apa kamu nggak punya
kamar suite?”
“Apa?”
“Lagi pula aku hanya mantan istrimu. Kalau ketahuan Agatha, aku bisa kena
masalah.”
Perkataan Selena membuat Harvey merasa tidak senang, seolah–olah mereka berdua memiliki
hubungan yang memalukan.
“Kamu juga tahu kamu adalah mantan istriku. Itu bukan hal yang memalukan,” kata
Harvey dan cengkeraman tangannya semakin erat.
Selena memelototinya dengan tatapan dingin dan berkata, “Di mata Agatha, kamu
pikir dia bisa menerimaku? Aku melakukan hal seperti ini demi kebaikan kita
bersama.”
Tentu saja yang terpenting adalah diri Selena sendiri. Dia tidak ingin diusir sebelum dia mengetahui
sesuatu.
Ketika mendengar suara ribut dari pintu, pada detik selanjutnya Agatha hendak
mendobrak pintu.
Harvey berdiri dan mendorong rak buku. Ternyata di belakang ada kamar suite yang
bisa digunakan untuk dirinya istirahat.
Selena buru–buru masuk ke dalam.
Saat ini Agatha yang sedang berurusan dengan Chandra pun membuka pintu.
Tatapan Agatha menyapu sekeliling dengan cepat dan hanya melihat Harvey duduk
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏmdi belakang meja sambil memegang pulpen dan membaca dokumen.
Harvey mendongak perlahan dan mata gelapnya menatap wajah Agatha dengan
kesal.
Terdengar suara tidak sabar dari suara Harvey, “Buat apa kamu ke sini?”
Ketika Agatha hendak membuka mulutnya, dia menyadari ada sedikit darah di bibir
Harvey dan tumpukan dokumen berserakan di lantai di samping meja.
“Aku datang untuk melihatmu, lalu aku akan pulang.”
Agatha berjalan dengan tenang menghampiri Harvey dan akhirnya tatapannya berhenti di bibir Harvey,
lalu bertanya dengan dingin, “Harvey, ada apa dengan
bibirmu?”
“Tergigit.”
“Siapa yang gigit?” tanya Agatha dan langkah kakinya semakin cepat. Wajahnya pun
tampak agak cemas.
Tatapan mata Harvey yang dingin tertuju pada wajah Agatha dan suaranya
terdengar tetap tenang, “Aku sendiri yang gigit. Atau menurutmu siapa yang gigit?”
Bagaimana bisa sikap pasangan yang sudah tunangan bisa sedingin itu seperti menolak orang yang
jauhnya ribuan kilometer?
Ini jelas seperti tatapan pada orang asing.