We will always try to update and open chapters as soon as possible every day. Thank you very much, readers, for always following the website!

Antara Dendam dan Penyesalan by Jus Alpukat

Bab 736
  • Background
    Font family
    Font size
    Line hieght
    Full frame
    No line breaks
  • Next Chapter

Bab 736

Begitu tersadar dari keterkejutannya, reaksi pertama Harvest bukanlah menangis. Dia justru terlihat

kebingungan.

Kenapa Agatha menamparnya? Apa salahnya?

Bekas tamparan pun langsung tercetak di wajah Harvest yang mungil, membuat pipi kanannya

memerah dan membengkak.

Agatha yang sontak merasa bersalah karena terbawa emosi pun langsung memeluk anaknya. “Maaf,

Nak, nggak sakit ‘kan ya? Ibu nggak bermaksud begitu.*

Agatha sangat membenci Selena, tetapi begitu teringat bahwa Selena sebentar lagi akan mati, suasana

hati Agatha pun membaik.

“Syukurlah, orang jahat itu akan segera mati! Kamu yang nurut ya, sekarang Ayah jadi bersama kita lagi. Kamu

‘kan mirip banget dengan Ayah, jadi kamu harus selalu menyenangkan hati Ayah supaya Ayah juga

memperlakukan kita dengan baik,” kata Agatha dengan sorot mata yang tampak berbinar-binar.

Tekanan mental yang selama ini Agatha alami membuat kondisi psikisnya benar-benar tidak stabil. Kadang

tertawa, kadang menangis dan kadang seperti orang kesetanan. Harvest menjadi makin takut

dengan Agatha.

Harvest sama sekali tidak sanggup mengucapkan sepatah kata pun, matanya yang besar tampak

Follow on NovᴇlEnglish.nᴇt

sangat takut.

Tepat pada saat itu, Jena mengetuk pintu dan berjalan masuk. Dia langsung menyadari pipi Harvest

Irwin yang merah dan bengkak.

Dulu Agatha selalu memukul bokong Harvest setiap kali tidak bisa mengendalikan emosinya. Agatha tidak

pernah menampar wajah Harvest, setidaknya sampai hari ini.

Tentu saja kejadian ini membuat Jena yang membesarkan Harvest sedari kecil menjadi sedih.

‘Kamu sudah lihat apa yang terjadi,” kata Agatha dengan ekspresi acuh tak acuh. “Aku cuma mukul

anakku sendiri, jadi ngapain kamu melihatku seperti itu?”

Jena menelan amarahnya, lalu berkata, “Aku ingin tahu apa yang Tuan Muda Harvest lakukan sampai kamu tega-

teganya memperlakukan seorang anak yang bahkan belum genap berusia tiga tahun seperti ini! Dia adalah anak

yang begitu penurut dan baik, bisa-bisanya kamu setega ini terhadapnya?”

Agatha pun langsung terjatuh dengan bunyl gedebuk yang kencang.

tetapi dia lupa bahwa dia tidak bisa bergerak

a segera memeluk Harvest dengan penuh kasih sayang. “Dulu aku masih bisa menahan diri, tapi kamu makin

semena-menal Kamu tahu nggak menampar anak kecil itu bisa membuat telinganya tuli?”

Awalnya, Jena mengira Agatha akan banyak merefleksikan diri setelah semua yang dia lalui. Sayangnya, orang

yang terlahir jahat ternyata memang sulit berubah menjadi lebih baik. Agatha justru bersikap math ekstrem dan

menjadikan anaknya sendiri sebagai pelampiasan.

Begitu melihat Jena hendak membawa Harvest pergi, ekspresi Agatha pun langsung berubah. Sikapnya nidek

legi terkesan sombong.

Mau ke mana kamu?”

“Waktu Tuan Muda Harvest berlatih sendirian selama hampir setahun, dia tumbuh menjadi pribadi yang tangguh

dan percaya diri. Cuma gara-gara kamu terus menangis memohon-mohon ingin bertemu, Tuan Hervey akhirnya

mengizinkan. Tapi, begitu bersamamu, dia malah berubah menjadi sosok yang sangat sensiti. Kenyataannya,

kamu memang nggak pantas jadi seorang ibu. Kamu nggak pantas membesarkan Tuan Mude Harvest

Aceche langsung menangis memohon ampun. “Maaf, Jena, aku yang salah! Tolong jangan bawa Farvest pergi

Aku janji nggak akan mengulangi perbuatanku lagi! Aku cuma marah karena Harvest memerggil Selena dengan

sebutan ibu dan bukannya aku ... Aku janji mulai sekarang akan memperlakuken Harvest dengan lebih baik!

Tolong jangan adukan aku ke Harvey!”

Agera tahu dia sudah banyak memancing kemarahan Harvey. Jika kali ini dia memicu emosi Harvey legi, bise-

cise risiko yang harus dia tanggung bukan sekadar pembatalan pertunangan.

Bise-dise nweyatnya dan seluruh Keluarga Wilson tamat!

Agama terus memohon sambil menangis dengan tersedu-sedu, “Jena, kumohon, tolong berikan aku kesempatan

lagi ya?”

212

*#Tutup mulutmu! Kamu pikir kamu siapa sampai berani bicara begitu denganku, hah!”

Agatha refleks bangkit berdiri untuk menyerang Jena, tetapi dia lupa bahwa dia tidak bisa bergerak karena

tulang kakinya nyaris remuk. Agatha pun langsung terjatuh dengan bunyi gedebuk yang kencang.

Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏm

Jena segera memeluk Harvest dengan penuh kasih sayang. “Dulu aku masih bisa menahan diri, tapi kamu makin

semena-mena! Kamu tahu nggak menampar anak kecil itu bisa membuat telinganya tuli?”

Awalnya, Jena mengira Agatha akan banyak merefleksikan diri setelah semua yang dia lalui. Sayangnya, orang

yang terlahir jahat ternyata memang sulit berubah menjadi lebih baik. Agatha justru bersikap makin ekstrem

dan menjadikan anaknya sendiri sebagai pelampiasan.

Begitu melihat Jena hendak membawa Harvest pergi, ekspresi Agatha pun langsung berubah. Sikapnya

tidak lagi terkesan sombong.

“Mau ke mana kamu?”

“Waktu Tuan Muda Harvest berlatih sendirian selama hampir setahun, dia tumbuh menjadi pribadi yang tangguh

dan percaya diri. Cuma gara-gara kamu terus menangis memohon-mohon ingin bertemu, Tuan Harvey akhirnya

mengizinkan. Tapi, begitu bersamamu, dia malah berubah menjadi sosok yang sangat sensitif. Kenyataannya,

kamu memang nggak pantas jadi seorang ibu. Kamu nggak pantas

membesarkan Tuan Muda Harvest!”

Agatha langsung menangis memohon ampun. “Maaf, Jena, aku yang salah! Tolong jangan bawa Harvest pergi!

Aku janji nggak akan mengulangi perbuatanku lagi! Aku cuma marah karena Harvest memanggil Selena dengan

sebutan ibu dan bukannya aku ... Aku janji mulai sekarang akan memperlakukan Harvest dengan lebih baik!

Tolong jangan adukan aku ke Harvey!”

Agatha tahu dia sudah banyak memancing kemarahan Harvey. Jika kali ini dia memicu emosi Harvey lagi, bisa-

bisa risiko yang harus dia tanggung bukan sekadar pembatalan pertunangan.

Bisa-bisa riwayatnya dan seluruh Keluarga Wilson tamat!

Agatha terus memohon sambil menangis dengan tersedu-sedu, “Jena, kumohon, tolong berikan aku

kesempatan lagi, ya?”