- Novel-Eng
- Romance
- CEO & Rich
- Billionaire
- Marriage & Family
- Love
- Sweet Love
- Revenge
- Werewolf
- Family
- Marriage
- Drama
- Alpha
- Action
- Adult
- Adventure
- Comedy
- Drama
- Ecchi
- Fantasy
- Gender Bender
- Harem
- Historical
- Horror
- Josei
- Game
- Martial Arts
- Mature
- Mecha
- Mystery
- Psychological
- Romance
- School Life
- Sci-fi
- Seinen
- Shoujo
- Shounen Ai
- Shounen
- Slice of Life
- Smut
- Sports
- Supernatural
- Tragedy
- Wuxia
- Xianxia
- Xuanhuan
- Yaoi
- Military
- Two-dimensional
- Urban Life
- Yuri
Bab 31
Bayangan Asta yang tinggi berdiri tegak di hadapannya, memakai mantel mandi berwarna
hitam tampak anggun dan sangat seksi.
Dengan pengalaman bertahun tahun duduk di posisi yang tinggi, menyebabkan pandangan
pria tersebut penuh wibawa keras dan dingin.
Kemunculan Asta, menyebabkan Samara terkejut sampai melongokan mulut kecilnya.
Dibawah tatapan Asta yang mencurigakan, Samara tidak tahu bagaimana dia harus
menjelaskan mengapa dirinya tidak tidur dan berkeliaran di koridor di tengah malam.
Samara meringkuk sambil memeluk lututnya sendiri, tidak bangkit berdiri, mirip seekor
anak kucing yang sedang waspada terhadap musuh.
“Kamu…..apa urusannya denganmu?”
Tetapi baru selesai perkataan Samara, telah terdengar sebuah sambaran petir yang
mengpetir, suara petir yang menggetarkan telinga menyebabkan tubuh Samara
gemetaran.
Pikiran Samara plong bagaikan kertas putih sama sekali tidak dapat berpikir, detik
selanjutnya tanpa mengindahkan apapun dia memeluk erat paha di hadapannya, mengikuti
instingnya dia menempelkan wajah mungilnya ke paha pria tersebut.
“Tidak….jangan……”
Pandangan Asta menjadi berat, dia mengawasi wanita mungil yang berada di bawah
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇttubuhnya.
Barusan wanita mungil ini masih mengabaikannya, sekarang memeluk pahanya dengan
begitu
erat.
Wanita ini memakai mantel tidur yang tersedia untuk tamu, tetapi sangat jelas untuk
dibawa tidur dia sama sekali tidak memakai sehelai benangpun di bawah mantel tidurnya.
Sekarang tubuh hangat wanita ini menempel dengan erat di pahanya, pahanya yang kukuh
dapat merasakan postur tubuhnya yang ramping dan lembut, ini…..posisi ini seketika
membangkitkan
hasratnya
Lepaskan tanganmu.”
Samara menatapnya dengan pandangan bimbang, dia merasa telah kehilangan harga diri
di hadapan Asta
Saat dia baru mau melepaskan pelukan di paha pria tersebut, sekali lagi terdengar suara
petir yang menggelegar, menggetarkan dan sama sekali tidak mengenal ampun.
Keberanian Samara seketika pupus, bukannya melepaskan pelukan di paha pria itu, justru
pelukannya bertambah erat…..seolah olah ingin bersatu dengan dirinya.
Suara petir yang menggelegar.
Asta dapat merasakan tubuh wanita mungil di bawah kakinya ini bagaikan seekor anak
kucing yang ketakutan, sama sekali tidak berani bergerak.
“Lepaskan tanganmu.”
“Tidak.”
“Jangan sampai saya mengulang untuk ketiga kalinya.”
“Kamu mengulang sampai empat kali juga tidak berguna,” Kenangan pahit malam itu
melintas dalam benak Samara, bahkan menyebabkan dia mengoceh tak karuan: “Saya
mohon….jangan tinggalkan saya…. Ibu….. Ibu….jangan tinggalkan saya.”
Tampak kebimbangan di mata Asia yang gelap dan tajam.
Mengetahui wanita mungil di bawah tubuhnya ini tidak mempunyai maksud untuk
menggodanya.
Dengan polos dia hanya menganggapnya sebagai tempat untuk bersandar, melewati masa
masa pahit yang sangat membekas dalam ingatannya.
Tetapi ……
Wanita ini memang tidak bermaksud untuk menggodanya, tetapi nafsu liarnya yang baru
berhasil diredam dengan mandi air dingin, sekali lagi bangkit dengan tidak terkendali.
Bagian tubuhnya menjadi tegang, walaupun dia tidak memaksa melepaskan tubuh wanita
mungil dengan kasar, tetapi dia mengepal tinjunya dengan semakin erat, lengannya
menunjukkan urat urai berwarna hijau.
Setelah sekian lama, akhirnya suara petir berhenti menggelegar.
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏmKetika Samara tersadar kembali dari ingatan yang menyakitkan, dia baru menyadari semua
tindakannya yang begitu memalukan sekali.
Tangan kecilnya dengan pelan pelan mengendorkan pelukan pada paha pria tersebut, tetapi
suasana telah menjadi begitu hening dan penuh tekanan.
Samara merapikan pakaiannya yang kusut, dan bangkit berdiri dengan perlahan, tidak
berani menatap sepasang mala tajam dan dingin pria itu.
Asta telah menyuruhnya untuk mengendorkan pelukan, dia yang tidak tahu malu terus
memaksa memeluknya, menurut logika yang berlaku saat itu semua tindakan yang dia
lakukan
membuktikan dia yang melecehkan Asta dan bukan sebaliknya.
Samara sangat ingin berlagak bisu, dia tahu dirinya tidak bisa menghindar lagi terpaksa
harus memberi penjelasan kepada pria itu.
“Maaf…. maafkan saya…..saya harap Anda tidak salah paham, saya takut terhadap suara
petir yang menggelegar sehingga bertindak tidak sopan seperti itu.”
“Kamu pikir saya butuh permintaan maaf darimu?” wajah Asta dingin bagaikan es,
sepasang mata tajam dingin bagaikan benua kutub.
“Asta, saya tahu kalau suasana hatimu pasti menjadi buruk, tetapi saya tetap harus
menyampaikan permintaan maaf saya kepadamu.”
Samara sama sekali tidak bisa menerka apa yang dipikirkan oleh pria ini, dia mengira sudah
meminta maaf sehingga cepat cepat berbalik badan ingin melarikan diri dari tempat itu.
Tetapi, siapa sangka, Asta sebenarnya telah menargetkan dirinya, belum sempat dia
melangkah, tubuhnya sudah ditarik masuk ke pelukan pria yang berdiri di belakangnya itu.