- Novel-Eng
- Romance
- CEO & Rich
- Billionaire
- Marriage & Family
- Love
- Sweet Love
- Revenge
- Werewolf
- Family
- Marriage
- Drama
- Alpha
- Action
- Adult
- Adventure
- Comedy
- Drama
- Ecchi
- Fantasy
- Gender Bender
- Harem
- Historical
- Horror
- Josei
- Game
- Martial Arts
- Mature
- Mecha
- Mystery
- Psychological
- Romance
- School Life
- Sci-fi
- Seinen
- Shoujo
- Shounen Ai
- Shounen
- Slice of Life
- Smut
- Sports
- Supernatural
- Tragedy
- Wuxia
- Xianxia
- Xuanhuan
- Yaoi
- Military
- Two-dimensional
- Urban Life
- Yuri
Bab 1297 Berani menindas seorang anak, harus dihajar!
Reva merasa tidak senang dengan pelayan itu karena terlalu kejam, oleh sebab itu dia langsung bergerak dengan
memelintir pergelangan tangan si pelayan hingga tangannya itu hampir terlepas. Si pelayan berteriak dengan
kesakitan, “Aduhh, duh, sakit… lepaskan, lepaskan!”
Reva tidak memedulikannya dan dia masih tetap memelintir lengannya. “Kau juga tahu kalau itu sakit?”
“Saat kau menjewernya barusan, kenapa kau tidak tanya kepadanya apa itu akan terasa sakit?”
Ekspresi pelayan itu langsung menjadi agak berubah lalu dengan gemetaran dia berkata, “Apa hubungannya
masalah ini dengan kau?”
“Tempat kami ini adalah restoran dan kalau dia selalu datang seperti ini maka hal ini akan mempengaruhi bisnis
kami. Sehingga aku… aku pasti akan mengusirnya…”
Dengan dingin dia berkata, “Boleh – boleh saja kalau kau mau menyuruhnya pergi!”
“Tetapi tidak perlu menggunakan cara seperti ini, kan?”
“Dia baru umur berapa? Apa kau tidak merasa malu karena menindas anak–anak kecil seperti dia?”
Si pelayan langsung terdiam lalu dengan malu dia berkata, “Kak, aku… aku tahu aku sudah salah.”
“Lepaskan aku dulu. Tanganku sudah mau patah…”
Reva merasa malas untuk berdebat dengannya sehingga dia langsung mendorongnya pergi begitu saja.
Si pelayan bangkit berdiri dengan tidak senang namun dia juga tidak berani melakukan apa–apa kepada Reva.
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇtDengan air mata berlinang, gadis cilik itu menutupi telinganya dengan tangannya dan menatap si pelayan itu
dengan takut – takut seolah–olah dia khawatir kalau si pelayan akan menjewernya lagi.
Reva berjongkok di depannya sambil menghiburnya dengan suara rendah. “Nona cilik, kau jangan takut. Sudah
tidak apa–apa.”
“Katakan kepada paman, kenapa kau tidak pergi ke sekolah tetapi malah menjual bunga di sini?”
Gadis cilik itu hanya menundukkan kepalanya dan tidak berani berbicara.
Reva menghela nafas. Apa yang telah terjadi pada anak ini? Kenapa dia sama sekali tidak memiliki rasa aman pada
dirinya?
“Apa telingamu masih sakit?”
“Kau lapar tidak?”
“Apa kau ingin makan sesuatu?”
Reva mengajukan beberapa pertanyaan kepadanya dengan sekaligus namun gadis cilik itu hanya menundukkan
kepalanya dan tidak menjawabnya.
Reva menjadi tampak agak tak berdaya. Pada saat ini, tiba–tiba gadis cilik itu mengangkat kepalanya dan berkata
dengan suara kecil, “Paman, apa… apa kau mau membeli bunga?”
“Beli setangkai saja. Harganya sangat murah hanya 5 dolar setangkai. Ayo, beli satu saja…”
Reva menghela nafas lalu dia mengulurkan tangannya untuk mengambil ember kecil itu, “Baiklah.”
“Aku beli semua bungamu ini!”
Mata gadis cilik itu langsung membelalak dengan lebar. Dia menatap Reva dengan tak percaya. Dia benar–benar
belum pernah bertemu dengan pembeli yang begitu lugas.
Reva mengeluarkan beberapa ratus dolar dan menyerahkannya kepada gadis cilik itu.
“Oke sekarang bunganya sudah habis terjual jadi kau harus cepat pulang!”
Gadis cilik itu mengambil uangnya dan menghitungnya kemudian dengan cepat dia menggelengkan kepalanya.
“Paman, ini terlalu banyak.”
“Aku… aku akan memberikan uang kembaliannya kepadamu…”
Reva mengibaskan tangannya, “Tidak perlu. Kembaliannya itu untukmu saja semuanya.”
Gadis cilik itu tetap bersikeras mengembalikan beberapa keping seratus dolar kepada Reva. Dan pada akhirnya dia
mengeluarkan uang receh di tubuhnya dan menghitungnya kemudian memberikan kembaliannya kepada Reva.
Reva terdiam dan tidak bisa berkata–kata. Anak ini sebenarnya tamak atau tidak?
Gadis cilik itu menghitung semua uangnya lalu tersenyum dengan bahagia..
“Paman, terima kasih!”
Ucap gadis cilik itu dengan tulus.
Reva mengusap kepala si gadis cilik itu, “Oke, sekarang cepat pulanglah!”
Gadis cilik itu menganggukkan kepalanya namun untuk sesaat tatapannya tertuju pada hamburger yang ada di atas
meja Reva lalu dia menelan salivanya dengan hati–hati.
Reva tidak bisa menahan tawanya lalu dia memberikan hamburger itu kepada si gadis cilik tersebut: “Pasti belum
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏmmakan yah? Ini untukmu.”
Gadis cilik itu tampak agak bingung lalu dia mengambil hamburgernya dengan ekspresi bingung.
Reva membawakan dia segelas jus jeruk juga dan si gadis cilik itu langsung meneteskan air matanya. Sambil
memegang jus jeruk dan hamburgernya lalu dia langsung membungkukkan badannya kepada Reva setelah itu
membalikkan badannya dan berjalan pergi.
Reva menghela nafas lalu sambil tersenyum kecil dia menggelengkan kepalanya.
Setelah itu dia menoleh dan melihat ke luar jendela sambil menatap anak yang ada di alun–alun
itu.
alun–alun juga
Pada saat ini, sudah waktunya untuk makan sehingga orang–orang yang ada di alun sudah berkurang banyak.
Saat sedang asyik menatapnya tiba
–
tiba Reva tersadar bahwa gadis cilik yang tadi sudah berada
di samping anak tersebut
Pertama – tama dia melihat ke sekelilingnya dengan waspada lalu saat melihat tidak ada yang memperhatikannya
kemudian dia segera berlari ke arah anak itu dan meletakkan hamburger serta jus jeruknya di samping anak itu.
Lalu dia menyelinap pergi dengan terburu–buru seperti seorang pencuri.