- Novel-Eng
- Romance
- CEO & Rich
- Billionaire
- Marriage & Family
- Love
- Sweet Love
- Revenge
- Werewolf
- Family
- Marriage
- Drama
- Alpha
- Action
- Adult
- Adventure
- Comedy
- Drama
- Ecchi
- Fantasy
- Gender Bender
- Harem
- Historical
- Horror
- Josei
- Game
- Martial Arts
- Mature
- Mecha
- Mystery
- Psychological
- Romance
- School Life
- Sci-fi
- Seinen
- Shoujo
- Shounen Ai
- Shounen
- Slice of Life
- Smut
- Sports
- Supernatural
- Tragedy
- Wuxia
- Xianxia
- Xuanhuan
- Yaoi
- Military
- Two-dimensional
- Urban Life
- Yuri
Menantu Dewa Obat
Bab 583
Axel dan Alina masih mengerutkan keningnya.
Meskipun mereka sangat tidak menyukai Reva tetapi seperti yang dikatakan Alina, kalau masalah ini diselesaikan
seperu itu rasanya terlalu kejam. Mereka merasa sedikit tidak tega.
Melihat ekspresi keduanya membuat perasaan Hiro menjadi lebih dingin.
Sambil menggertakkan giginya dia berbisik, “Ma, bukannya aku tidak mau bertanggung jawab atas hal ini.”
“Masalahnya, aku juga tidak bisa menanggungnya!”
“Kalau aku harus bertanggung jawab atas masalah ini maka semua saham perusahaan harus diubah nama
kepemilikannya menjadi namaku.”
“Pertama – tama, Reva pasti tidak setuju untuk mengubah nama kepemilikan sahamnya menjadi namaku, dan ini
pasti akan menjadi masalah.”
“Yang kedua, aku bukan pemegang saham perusahaan ini. Sekarang tiba – uba semua saham diubah nama
kepemilikannya menjadi namaku. Orang bodoh juga bisa melihat bahwa aku memang sengaja untuk dijadikan
tameng.”
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇt“Kalau nantinya benar-benar diselidiki, mungkin akan terjadi sesuatu hal.”
Alina langsung panik. “Lalu… lalu kalau sesuai dengan apa yang kau katakan, maka mau tak mau hanya bisa
membuat Reva yang bertanggung jawab atas masalah ini?”
Hiro mengangguk, “Ma, aku tahu ini salah.”
“Tetapi papa juga sudah lazur usianya. Dia tidak akan bisa menanggung hukuman ini.”
“Aku juga ingin menanggung hukuman ini demi papa tetapi aku benar-benar tidak memenuhi kualifikasinya.”
Alina memandang Axel.
Wajah Axel memucat. Dia terdiam untuk waktu yang lama dan akhirnya mengangguk.
Alina menghela nafas, “Baiklah kalau begitu.”
“Jadi bagaimana kita akan melakukannya?”
Kilatan kesenangan tampak melintas di mata Hiro. Lalu dengan cepat dia mengulang kembali rencananya.
Malamnya, sebelum Reva dan Nara pulang kerja, mereka menerima panggilan telepon dari Alina yang meminta
mereka untuk makan malam di rumah.
Begitu keduanya sampai di rumah, mereka melihat Alina sedang merapikan meja dan Hana serta Hiro sedang
duduk menunggu.
Senyuman beberapa orang ini tampak anch di wajah mereka. Hana bergegas membantu Nara membawakan tas
kerjanya, “Kak, kakak ipar, kalian sudah sibuk sepanjang hari, pasti melelahkan
yah?”
“Ayo, mari, mari, duduk disini.”
“Avo kalian coba makanan yang dibuat oleh mama.”
Nara benar – benar merasa heran. Biasanya kalau dia pulang kerja, Hana selalu menatapnya dengan ekspresi
bermusuhan.
Lalu apa yang terjadi hari ini? Mengapa tiba – uba mereka begitu hangat dan ramah?
“Hana, ada masalah apa?” Nara tidak tahan untuk tidak bertanya.
Hana: “Tidak ada masalah apa – apa koq.”
Nara melihat ke meja makan dan bertanya dengan heran, “Lalu… apa artinya semua ini?”
Setelah dia menikah dengan Reva, Alina hampir tidak pernah memasak dan tidak pernah membuat hidangan
semeja penuh seperti itu.
Hari ini malah… rasanya terlalu aneh.
Hana langsung tersenyum dan berkata, “Ooh, ini kan karena papa dan mama merasa bahwa kalian sudah bekerja
keras jadi mereka hanya ingin memberikan hadiah ini kepada kalian.”
Nara mengernyitkan keningnya. Dia tidak bodoh. Pasti ada sesuatu yang tidak beres.
Alina menghampiri dan mengibaskan tangannya. “Sudah, sudah, jangan ngobrol dulu. Ayo cepat duduk.”
“Ayo, mari, mari. Reva, kau duduk di sini.”
Reva juga tampak heran. Alina menyuruhnya duduk di samping Axel.
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏmTempat ini biasanya hanya Hiro yang boleh duduk di sini. Lalu apa yang terjadi dengan hari ini?
“Ma, aku duduk disini saja.” jawab Reva. Dia merasa sedikit tidak nyaman.
“Tidak apa – apa. Duduklah disini.”
Ujar Alina sambil tersenyum. Dia hampir menarik Reva.
Lalu dengan tak berdaya Reva duduk di samping Axel. Setelah itu yang lainnya juga ikut duduk. Alina, Hana dan
yang lainnya kemudian asyik mengobrol dan tertawa, seolah – olah mereka benar – benar merasa bahagia.
Nara dan Reva merasa seperti duduk di atas bantal jarum. Mereka hanya merasa terlalu aneh saja.
Akhirnya, Alina yang merasa sudah cukup berbasa – basinya lalu mulai masuk ke inti masalah.
“Nara, beberapa hari ini kami sudah kesana kemari beberapa kali dan akhirnya mendapati bahwa membuka rantai
apotek itu sangat merepotkan sekali.”
“Papamu dan aku benar-benar sangat sibuk sekali belakangan ini.”
“Berbisnis ini benar- benar tidak mudah.”
Nara melirik Alina dengan terheran – heran. Apa pada akhirnya orang tuanya sudah mulai mengerti?
“Ma, melakukan apapun itu memang tidak mudah.”
“Nantinya kalau bisnisnya sudah berjalan di jalur yang benar, semuanya akan terasa lebih mudah.” Jawab Nara.
Alina mengangguk, “Ya.”
“Tetapi, kalau dipikir – pikir, papamu dan aku sudah tua. Jadi tidak terlalu cocok bagi kami untuk mengurus begitu
banyak hal lagi.”
“Aku hanya berpikir, bagaimana kalau masalah perusahaan konstruksi itu kami lepaskan saja?”