- Novel-Eng
- Romance
- CEO & Rich
- Billionaire
- Marriage & Family
- Love
- Sweet Love
- Revenge
- Werewolf
- Family
- Marriage
- Drama
- Alpha
- Action
- Adult
- Adventure
- Comedy
- Drama
- Ecchi
- Fantasy
- Gender Bender
- Harem
- Historical
- Horror
- Josei
- Game
- Martial Arts
- Mature
- Mecha
- Mystery
- Psychological
- Romance
- School Life
- Sci-fi
- Seinen
- Shoujo
- Shounen Ai
- Shounen
- Slice of Life
- Smut
- Sports
- Supernatural
- Tragedy
- Wuxia
- Xianxia
- Xuanhuan
- Yaoi
- Military
- Two-dimensional
- Urban Life
- Yuri
Menantu Dewa Obat
Bab 594
Pada saat ini, Alina juga ikut bekerja sama. Dia mulai mengaduk seolah–olah kondisi fisiknya tiba–tiba memburuk.
Nara mengernyitkan keningnya. Di perusahaan sedang terjadi kekacauan sementara di rumah. kenapa bisa terjadi
hal seperti ini?
“Ma, apa kau merasa tidak enak badan?”
“Bagaimana kalau aku mengantarmu ke rumah sakit dulu?”
“Aku akan memanggil ambulans!” ujar Nara sambil mengeluarkan ponselnya.
“Aduhh, tidak perlu, tidak perlu, aku akan baik–baik saja setelah istirahat.”
“Tak perlu repot – repot. Ini bukan penyakit serius…” ujar Alina sambil melambaikan tangannya untuk
menghentikannya.
Nara sama sekali tidak mendengarkannya. Dengan sungguh–sungguh dia berkata, “Kondisimu tampak serius, kau
harus pergi ke rumah sakit…”
Sebelum dia bisa menelepon, tiba–tiba saja Hana bergegas dan menyambar ponselnya.
“Kak, apa kau tidak mendengar apa yang dikatakan mama?”
“Tidak perlu ke rumah sakit. Dia hanya ingin kau menemaninya di rumah!”
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇt“Bagaimana cara kau menjadi putrinya sih, masa kau sama sekali tidak memahami perangai orang tuamu?” ujar
Hana dengan marah.
Nara tertegun sejenak. “Mama sedang sakit. Apa gunanya menemani kalau tidak pergi ke rumah sakit?”
Hana berkata, “Memangnya mama sakit?”
“Dia seperti ini karena kau tidak punya waktu untuk menemaninya di rumah, Ini namanya penyakit mental.”
“Kau bukannya tetap tinggal disisinya untuk menemaninya berbicara tetapi malah mau membawanya ke rumah
sakit kemudian ditinggalkan sendirian.”
“Nara, memangnya anak orang seperti kau ini yah?”
“Bagaimana cara mama memperlakukanmu ketika kau sakit di masa kecil dulu? Beginikah caramu berbakti kepada
kedua orang tuamu?”
Nara tampak bingung. Dia merasa reaksi Hana ini agak aneh.
Dan pada saat ini, ponselnya berdering lagi.
Nara hendak mengambil ponselnya tetapi dihadang oleh Hana.
“Mau apa kau?”
“Aku harus menjawab teleponnya. Ada masalah di perusahaan!” ujar Nara dengan terburu buru
Hana menyembunyikan ponsel itu di belakang punggungnya lalu dengan marah berkata, “Kau mau jawab telepon
apal
“Sebenarnya mana yang lebih penting? Mama atau perusahaanmu?”
“Nara, mengapa kau bisa menjadi seperti ini?”
“Mama sudah sakit seperti ini tetapi kau masih tidak peduli kepadanya. Apa kau hanya peduli dengan
perusahaanmu?”
“Apa di matamu sekarang hanya ada uang saja?”
Nara menatap Alina kemudian beralih ke Hana. Tiba–tiba dia memahami situasinya.
Seketika itu juga wajahnya menjadi dingin. Lalu dengan serius dia berkata, “Hana, apakah kalian yang membuat
masalah ini?”
Ekspresi Hana tampak berubah sedikit tetapi dengan cepat dia berusaha menyembunyikannya dan berkata,
“Masalah apa? Aku tidak tahu apa yang kau katakan!”
Dengan marah Nara berkata, “Kau tidak perlu berpura–pura!”
“Bagaimana anggota keluarga Shu bisa tahu tentang masalah di perusahaan konstruksi?”
“Pasti kau yang membocorkan kabarnya!”
“Hana, kalian ini benar–benar sangat berbahaya.”
“Kalian sudah membuat Reva mempertanggungjawabkan kesalahan yang kalian buat sendiri. Tetapi bukannya
berterima kasih kepadanya, kalian malah menikamnya dari belakang.”
“Kenapa? Apa kalian takut Reva tidak akan bisa masuk penjara?”
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏm“Apa kalian masih benar–benar bisa disebut dengan manusia?”
“Bagaimana bisa ada orang seperti kalian yang melakukan hal seperti ini?”
Hana tampak geram, “Nara, jangan asal berbicara kepadaku!”
“Aku tidak tahu apa yang kau katakan.”
“Aku sama sekali tidak melakukan apa–apa!”
Dengan marah Nara berkata, “Hanya kau sendiri yang mengetahuinya, apakah kau yang melakukannya atau
bukan.”
“Kalian berdua tetap berada di rumah dengan berpura–pura sakit karena tidak ingin aku ke kantor, kan? Kalian
hanya takut kalau aku akan membantu Reva, kan?”
“Hemm, kalian ini adalah orang – orang paling tak tahu malu yang pernah kutemui!”
Setelah Nara selesai berbicara dia langsung menghampiri Hana untuk mengambil ponselnya.
Hana buru – buru menghindar dan pada saat yang sama dia mengedipkan matanya kepada Alina
Alina yang berbaring di tempat tidur langsung berseru seolah – olah kondisinya sangat parah.
Nara sama sekali tidak mempedulikannya, dia sudah tahu bahwa Alina hanya pura – pura sakit dan
membohonginya.
Melihat situasi ini, Hana langsung berkata dengan marah, “Nara, apa kau masih punya rasa kemanusiaan?”
“Kondisi mama sudah seperti ini tetapi kau hanya peduli dengan urusan perusahaanmu dan Reva saja.”
“Aku hanya mau tanya kepadamu, sebenarnya siapa yang lebih penting? Reva atau orang tua yang melahirkan dan
membesarkanmu?!”