- Novel-Eng
- Romance
- CEO & Rich
- Billionaire
- Marriage & Family
- Love
- Sweet Love
- Revenge
- Werewolf
- Family
- Marriage
- Drama
- Alpha
- Action
- Adult
- Adventure
- Comedy
- Drama
- Ecchi
- Fantasy
- Gender Bender
- Harem
- Historical
- Horror
- Josei
- Game
- Martial Arts
- Mature
- Mecha
- Mystery
- Psychological
- Romance
- School Life
- Sci-fi
- Seinen
- Shoujo
- Shounen Ai
- Shounen
- Slice of Life
- Smut
- Sports
- Supernatural
- Tragedy
- Wuxia
- Xianxia
- Xuanhuan
- Yaoi
- Military
- Two-dimensional
- Urban Life
- Yuri
Bab 66
Waktu sudah menunjukkan pukul dua belas. Manajer Jansen belum juga datang.
“Reva, apakah kau sudah membuat janji dengan Manajer Jansen?” Alina mau tidak mau berkata
dengan marah.
Reva: “Sudah, dia mengatakan dia akan datang.”
Alina melotot: “Jangan mengacaukan segalanya! Jika sampai terjadi kesalahan aku tidak akan
memaafkanmu.”
Tidak sampai pukul setengah dua belas ketika pintu tiba-tiba ditendang terbuka.
Setelah itu masuklah Jansen yang mengenakan setelan jas dan sepatu kulit.
“Sialan, mengundangku makan siang tetapi tidak ada yang menyambutku di depan pintu. Jika tidak
tulus seperti ini lebih baik tak usah undang!”
Jansen mengutuk sambil berjalan masuk.
Axel buru – buru bangun dan berkata:”Manajer Jansen, aku benar-benar minta maaf, ini kelalaian
kami. Tolong jangan memasukkannya ke dalam hati. Mari, silahkan duduk, silahkan duduk!”
Alina juga tersenyum dengan penuh sanjungan di wajahnya:”Manajer Jansen, maaf telah menyinggung
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇtanda sehingga membuat anda kesal. Ini semua karena Reva yang tidak mengaturnya dengan baik,
nanti aku tegur dia!”
“Kalau tidak bisa mengatur yah tak perlu mengatur!” Jansen memaki:”Masih berpikir untuk menegurnya
nanti? Aku saja sudah datang kesini! Untuk apalagi menegurnya?”
Alina terlihat canggung dan melirik Reva dengan marah:”Reva, cepat kau kesini dan minta maaf
kepada manajer Jansen!”
Jansen tertawa dengan keras:”Jangan kesini dengan berjalan, cukup berlutut dari sana dan merangkak
kesini saja!”
Nara tampak kesal dan hendak berbicara.
Bersamaan dengan itu tuan muda Meng yang duduk di posisi paling dalam tiba – tiba bersuara:
“Manajer Jansen, ini kan kalangan kita sendiri. Bagaimana jika kita makan dulu demi menjaga imejku?”
1
Jansen menedongakkan kepalanya dan mulai memaki: “Imej apa? Imej ibumu kah, brengsek…”
Dan tiba – tiba saja ucapannya berhenti. Jansen menatap tuan muda Meng dengan wajah melongo.
Seluruh badannya serasa tidak menapak pada lantai. Dia benar benar tercengang dan tak bisa berkata
– kata.
Alina juga tampak terkejut: “Kau … kau kenal manajer Jansen?”
“Pernah bertemu beberapa kali” Ucap tuan muda Meng sambil tersenyum ringan:”Manajer Jansen
kan?”
Dan saat ini wajah Jansen memerah dan seluruh tubuhnya bercucuran keringat.
“Tuan.. Tuan muda.. tuan muda Meng…”Jansen sulit mengucapkan kata – katanya dan kemudian
terdiam.
“Sudahlah, tak usah mengatakan sesuatu yang tak penting. Duduklah!” ucap tuan muda Meng dengan
tenang. “Ini juga sudah siang, mari kita makan dulu!”
Jansen tampak gemetaran dan dia tak berani berbicara. Dia duduk di kursi dengan panik.
Dia hanya menempelkan setengah bokongnya saja di kursi dan siap untuk berdiri kapan saja.
Axel dan Alina tidak melihat kepanikan Jansen. Lalu Alina dengan cepat mengambil menu makanan
itu:”Manajer Jansen, silahkan kau lihat – lihat menunya.”
Jansen berkata dengan gemetar:”Aku.. aku tidak.. tidak perlu melihatnya. Berikan.. berikan saja
kepada tuan muda Meng…”
Tuan muda Meng langsung berkata:”Manajer Jansen, kau saja yang lihat.”
Jansen tampak menggigil dan mengambil menu. Dia mengetukkan jarinya beberapa kali:”Ini… dan
beberapa ini…”
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏmAlina menatapnya dengan bingung lalu mengingatkannya dengan suara pelan,”Manajer Jansen, ini.. ini
nomor telepon untuk pemesanan bukan makanan…..”
“Benar.. benarkah? Jansen menggigil dan asal memesan beberapa jenis makanan.
Alina tidak tahu apa yang terjadi pada Jansen jadi dia mengambil daftar menu dan memesan beberapa
macam makanan lagi.
Ketika makanan datang Jansen sudah tidak terlalu gemetaran lagi.
Tetapi dia terlihat lebih ketakutan lagi sekarang.
Karena tuan muda Meng selalu memanggil Reva sebagai adiknya dan menyebut Nara sebagai adik
iparnya.
Bahkan mamanya tuan muda Meng yaitu nyonya Meng menatap Reva seperti sedang melihat anaknya
sendiri saja.
Bagaimana mungkin tuan muda Meng yang bertanggung jawab atas garis hidup semua bank di kota
Carson dan yang dapat memutuskan hidup mati bankir mereka dengan satu kalimat itu kini menjadi
saudara Reva, lelaki tak berguna itu?
Previous Chapter
Next Chapter