We will always try to update and open chapters as soon as possible every day. Thank you very much, readers, for always following the website!

Menantu Pahlawan Negara

Bab 512
  • Background
    Font family
    Font size
    Line hieght
    Full frame
    No line breaks
  • Next Chapter

Bab 512 Dianggap Sebagai Penipu

“Apa semua orang yang berpakaian tentara adalah anggota dari Kediaman Komandan?”

“Aku bahkan bisa membagikan pakaian tentara kepada semua anak buahmu sekarang juga!”

Handi tertawa tanpa henti, sampai–sampai air matanya sudah hampir menetes.

Setelah menyeka air mata bahagianya itu dengan perlahan, dia baru tertawa dingin dan berkata, “Simon, kamu benar–benar bodoh! Hanya trik rendahan dari pecundang itu saja sudah bisa membuatmu

ketakutan setengah mati seperti ini.”

*Apa kamu tahu siapa orang itu? Dia adalah menantu idiot Keluarga Basagita!”

Simon berkata dengan ekspresi terkejut, “Ternyata dia?”

“Aku punya fotonya. Kamu bisa mengirimkannya kepada anak buahmu untuk memastikannya.”

Handi mengeluarkan ponselnya, memilih selembar foto Ardika, lalu mengirimkannya kepada Simon.

Simon langsung meminta anggota rumah duka untuk memastikannya.

Tak lama kemudian, dia sudah menerima pesan balasan dari anak buahnya.

Ternyata memang benar, pemuda yang menghajar anak buahnya di rumah duka adalah menantu idiot

Keluarga Basagita!

Sontak sal

saja hal itu langsung membuat Simon marah besar. “Sialan! Aku sudah ditipu!”

Handi tersenyum tipis dan bertanya, “Kalau begitu, apa Kak Simon masih mau pergi ke sana untuk

berlutut di hadapan pecundang itu?”

“Berlutut apaan?!”

Follow on NovᴇlEnglish.nᴇt

“Aku nggak akan berlutut di hadapan seorang pecundang sepertinya!”

Mengingat dirinya sudah dikelabui oleh seorang menantu pecundang keluarga kaya kelas dua dan

hampir menjadi bahan tertawaan orang–orang di seluruh Kota Banyuli, Simon benar–benar kesal

setengah mati. Dia langsung menarik salah seorang bawahannya dan berkata, “Pergi sana! Beri tahu

Ardika datang ke sini dan berlutut di hadapanku!”

“Kalau dia telat datang satu detik saja, aku akan membunuh seluruh keluarganya!”

Melihat aura membunuh yang kuat terpancar dalam diri Simon, Handi berjalan pergi dengan perasaan

+1 BONUS

puas.

Dia tidak perlu mengkhawatirkan apa yang akan terjadi selanjutnya.

Kalau seorang pecundang seperti Ardika jatuh ke tangan orang kejam seperti Simon, dia pasti tidak akan bisa melakukan apa–apa dan diberi pelajaran yang berat.

Menantu pecundang Keluarga Basagita itu pasti akan berakhir dengan sangat mengenaskan.

Di rumah sakit.

Tiba–tiba, seseorang menendang pintu bangsal hingga terbuka.

Kemudian, seseorang masuk ke dalam bangsal dan berkata, “Siapa yang namanya Ardika?”

“Ada urusan apa?” tanya Ardika dengan nada muram.

*Kamu yang namanya Ardika?”

Orang itu berkata dengan tajam, “Kak Simon memintaku untuk memberitahumu, pergi temui dia dan berlutut di hadapannya dalam kurun waktu satu jam.”

“Kalau lewat satu detik saja, seluruh keluargamu akan dibunuh!”

Selesai berbicara, orang itu langsung pergi.

Mendengar beberapa patah kata yang keluar dari mulut itu, ekspresi dokter dan suster yang berada di dalam bangsal berubah menjadi pucat pasi saking ketakutannya.

Ardika mengerutkan keningnya dan hanyut dalam pemikirannya sendiri.

7

‘Bukankah aku sudah meminta Draco mengirim anggota Kediaman Komandan ke sana? Bagaimana

mungkin tugas semudah ini saja nggak bisa mereka selesaikan dengan baik?”

Setelah berpikir demikian, dia langsung menelepon Draco dan bertanya, “Sebenarnya bagaimana kalian

menjalankan tugas dariku? Kenapa Simon mengirim orang ke sini lagi?”

“Bos, aku akan segera menanyakan hal ini pada Claudio.”

Dimarahi oleh atasannya, Draco bahkan tidak berani membantah satu kata pun,

Setelah panggilan telepon dari Ardika terputus, dia langsung memanggil Clauuntuk menghampirinya

dan memarahi bawahannya itu,

shubunal Cimen Tak lama kemudian dia

+15 BONUS

memberikan Jawaban yang diperolehnya kepada Draco.

Draco segera menyampaikan laporan dari bawahannya kepada Ardika.

“Bos, Clausudah menjalankan tugas dari Bos dengan baik. Simon sendiri sudah menyetujui untuk

pergi ke rumah sakit.”

Tapi, saat dia menghubungi Simon lagi dan menanyakan hal itu padanya. Simon langsung mengatainya

penipu. Selain itu, Simon juga mengatakan akan menangkapnya dan membunuh seluruh keluarganya….”

“Oh? Ternyata begitu. Dia menganggapku sebagai penipu?”

Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏm

Mendengar laporan dari bawahannya, Ardika benar–benar tidak bisa berkata–kata.

Dia juga menyadari bahwa hal ini bukan salah Claudio.

Karena ingin segera membalikkan situasi, Draco berkata di ujung telepon, “Bos, aku akan mengirim anggotaku ke sana sekarang juga untuk memperlihatkan bahwa Bos bukan penipu!”

Ardika tahu maksud Draco. Bawahannya itu mengatakan bahwa dia akan mengirim anggotanya ke sana,

itu artinya dia pasti akan membuat seluruh kota ini gempar.

“Lupakan saja. Kamu nggak perlu bertindak sejauh itu hanya untuk memberi pelajaran kepada seorang

preman. Aku akan memanggil orang lain ke sana.”

Dia tidak ingin mengerahkan kekuatan militernya hanya untuk memberi pelajaran kepada seorang

kepala preman.

Dia hanya perlu mengirim orang yang tepat ke sana untuk memberi pelajaran kepada Simon.

Ardika menelepon Alden dan menyerahkan masalah ini kepadanya.

Walaupun Alden sudah mundur “dari dunia persilatan“, tetapi dia juga tidak boleh dibiarkan terlalu santai.

Kelak, dia akan ditugaskan untuk mengurus masalah–masalah sepele dunia preman ini.

Di sebuah vila yang berlokasi di pinggir kota.

Simon sedang memikirkan bagaimana caranya dia memberi pelajaran kepada Ardika setelah pecundang itu datang agar bisa melampiaskan seluruh amarah yang menyelimuti hatinya.

Tepat pada saat itu pula, tiba–tiba terdengar suara teriakan mengenaskan dari arah luar.

Kemudian, seorang anak buahnya berlari masuk dengan tergesa–gesa dan menghampirinya.

“Kak Simon, ada orang aneh yang menerobos masuk! Kami sama sekali nggak bisa menghalanginya!”

“Orang aneh? Aku nggak peduli orang itu anch atau gilal Kalau kalian nggak bisa menghalanginya, panggil lebih banyak anggota lagi, lalu habisi dia!”

Simon bangkit dari kursi berkulit harimaunya, lalu berjalan keluar sambil marah–marah.

“Oh? Kamu ingin membunuhku?”

Tiba–tiba, seseorang yang sedang menggenggam pedang terlihat berjarak beberapa meter darinya.

Orang itu berdiri di tengah, sedangkan anak buah Simon sudah tergeletak di tanah sambil mengerang kesakitan.