- Novel-Eng
- Romance
- CEO & Rich
- Billionaire
- Marriage & Family
- Love
- Sweet Love
- Revenge
- Werewolf
- Family
- Marriage
- Drama
- Alpha
- Action
- Adult
- Adventure
- Comedy
- Drama
- Ecchi
- Fantasy
- Gender Bender
- Harem
- Historical
- Horror
- Josei
- Game
- Martial Arts
- Mature
- Mecha
- Mystery
- Psychological
- Romance
- School Life
- Sci-fi
- Seinen
- Shoujo
- Shounen Ai
- Shounen
- Slice of Life
- Smut
- Sports
- Supernatural
- Tragedy
- Wuxia
- Xianxia
- Xuanhuan
- Yaoi
- Military
- Two-dimensional
- Urban Life
- Yuri
Ruang Untukmu
Bab 1064
Selesai bicara. Raisa berjalan ke dalam vila dengan kepala tertunduk, meninggalkan laki–laki itu di halaman.
Dia belum berjalan jauh ketika sosok Rendra yang tinggi tiba–tiba membungkuk sambil memegang dada dengan
telapak tangannya yang besar seakan sedang menahan nyeri di dadanya. Ketika tidak mendengar suara langkah
kaki di belakangnya, Raisa menoleh ke belakang. Seketika dia sangat terkejut lalu berlari ke arahnya.
“Ada apa?” tanyanya dengan panik.
Dengan satu tangan di pinggangnya, Rendra berusaha menegakkan punggung dan menjawab dengan suara parau,
“Saya baik–baik saja.”
Raisa tidak percaya kata–katanya. Dia tidak terlihat baik–baik saja! Selain itu, dia memegang dadanya. Apakah dia
punya penyakit jantung?
“Haruskah saya menghubungi Emir?” Raisa benar–benar panik, kedua tangannya menggenggam lengan Rendra
erat–erat.
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇt“Bukankah kamu mau pergi? Saya akan meminta pengawal untuk kembali dan mengantarmu pulang sekarang.”
Rendra berbicara dengan suara rendah, punggungnya tegak seakan dia sudah pulih sempurna.
Namun, Raisa menolak untuk pergi meskipun Rendra memintanya. Dia menggeleng dan bersikeras, “Saya tidak jadi
pergi. Saya ingin menjagamu.”
Mendengar ucapannya, bibir Rendra melengkung naik. Dia pun mengangguk setuju, “Baiklah. Bantu saya masuk ke
dalam sehingga bisa beristirahat.”
Rendra tidak berpura–pura dadanya sakit. Saat Raisa mengucapkan kata–kata dengan tegas sebelumnya, memang
benar ada rasa nyeri yang kuat yang menembus dadanya. Dia tidak menyangka Raisa memberikan pengaruh
besar pada dirinya, cukup membuat dadanya sakit hanya dengan satu kalimat.
Pada akhirnya, Rendra telah meremehkan seberapa penting Raisa untuknya. Dia tersenyum pahit di dalam hati,
merasa tidak berdaya. Cinta bertepuk sebelah tangan ini dimulai dari dirinya, tetapi gadis ini tidak tahu apa–apa
sehingga dia tidak bisa menyalahkannya bila ingin lari. Bagi Raisa, perasaan laki–laki itu menindas dan menekan
sekaligus.
Di dalam vila, Raisa buru–buru menuangkan segelas air untuknya. “Cepat, minumlah! Apakah kamu punya penyakit
jantung karena terlalu sibuk sampai tidak cukup istirahat?”
Sambil meraih gelas yang disodorkannya, Rendra menjawab, “Bukan apa–apa.”
Rendra tidak ingin gadis ini menganggapnya si tua renta. Usianya sendiri memang lebih tua dari Raisa, maka
sungguh menyebalkan mendengar kata–katanya yang mengatakan bahwa kesehatannya buruk.
Raisa menatap wajahnya. Bahkan bila ada orang yang mengatakan dia ada dalam usia akhir dua puluhan, pasti
tidak ada yang curiga. Dia memang terlihat muda.
“Apakah kamu ingin tahu apa yang terjadi pada saya tadi?” Rendra menatapnya dengan mata menyipit.
“Iya! Katakanlah.” Raisa mendengarkan dengan tampang serius.
“Ucapanmu membuat saya begitu kesal sampai jantung ini terasa sangat nyeri.” Dia melempar kesalahan itu pada
Raisa tanpa ragu.
Mata Raisa terbelalak, lalu dia menunjuk dirinya sendiri. “Saya?”
Rendra mengangguk. “Benar, kamu.”
Raisa langsung ingat kata–kata yang dia ucapkan kepadanya. Apakah dadanya sakit karena dia begitu marah
setelah mendengar Raisa menolaknya dan mengatakan bahwa tidak akan ada kemungkinan apapun terjadi di
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏmantara mereka berdua?
“Maafkan saya,” Raisa langsung meminta maaf, pikirannya penuh rasa bersalah dan penyesalan. Dia memang
sudah berbicara sedikit kasar.
“Seharusnya saya yang meminta maaf. Itu terjadi karena saya tidak menghargaimu dan tidak mengutarakan
perasaan saya terhadapmu sehingga menakuti kamu,” Rendra meminta maaf.
Raisa mengangkat wajahnya, tiba–tiba tidak bisa menatap matanya langsung. Raisa mengerutkan bibirnya, dan
menjawabnya setelah diam sejenak, “Bisakah kita tidak membahas hal ini? Saya takut akan mengucapkan hal–hal
yang dapat membuatmu marah lagi.”
Rendra berkedip, matanya terpaku padanya. “Kalau begitu, kapan kamu berencana untuk bicara dengan saya agar
kamu tidak membuat saya marah?”
Raisa menarik napas, menyadari masalah ini tidak bisa dihindari. Jika itu persoalannya, akankah Rendra marah
terlepas apakah dia membicarakannya sekarang atau setahun kemudian?
“Kamu harus menyukai seseorang yang lain! Saat kamu bertemu dengan orang lain yang kamu suka, kita pasti
tidak akan membahas hal ini lagi,” Raisa menyarankan.
Alis Rendra berkerut. Jika dia bisa menyukai orang lain, akankah dia menunggunya hingga saat ini? Perasaannya
tidak sesederhana seperti berbelanja di toko. Dia tidak bisa langsung menyukai sesuatu begitu saja.