- Novel-Eng
- Romance
- CEO & Rich
- Billionaire
- Marriage & Family
- Love
- Sweet Love
- Revenge
- Werewolf
- Family
- Marriage
- Drama
- Alpha
- Action
- Adult
- Adventure
- Comedy
- Drama
- Ecchi
- Fantasy
- Gender Bender
- Harem
- Historical
- Horror
- Josei
- Game
- Martial Arts
- Mature
- Mecha
- Mystery
- Psychological
- Romance
- School Life
- Sci-fi
- Seinen
- Shoujo
- Shounen Ai
- Shounen
- Slice of Life
- Smut
- Sports
- Supernatural
- Tragedy
- Wuxia
- Xianxia
- Xuanhuan
- Yaoi
- Military
- Two-dimensional
- Urban Life
- Yuri
Bab 1094 Bukan Sekedar Sayang
Baik Raisa dan Rendra pergi ke kamar mereka setelah perbincangan itu. Raisa mengalami banyak hal hari ini, jadi
dia berbaring dan tidur, masih tetap merasa bahagia. Tapi, itu tak bertahan lama karena rasa sedih perlahan
merayap dalam dirinya.
Dia berdiri di halaman luar yang ada di kediaman keluarga Hernandar saat dia mendengar suara dari aula, yang
tidak bisa dia dengar dengan jelas. Dia mendekat karena ingin tahu, dan tak lama dia bisa mendengar mereka.
Tuan andil Nyonya Hernandar ada di sana, bersama Starla, Wirawan. dan kedua orang tuanya. Dan, dia juga bisa
melihat seseorang sedang berlutut di lantai, dengan punggung tegak dan kepala menunduk.
Orang itu adalah Rendra.
“Bisa–bisanya kamu jatuh cinta pada anak baptis Kakakmu? Kalau kamu menghancurkan masa depanmu, saya tak
akan mengakuimu sebagai anak!” bentak Tuan Hernandar.
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇt“Rendra, Raisa itu adalah keponakanmu. Kalian tidak bisa bersama,” ujar Starla.
“Kamu adalah kebanggaan dan harapan keluarga. Kamu tidak boleh kehormatan harga diri keluarga kita,” seru
Nyonya Hernandar.
Melihat itu, Raisa yang terkejut pun terduduk ke lantai, lalu menutupi wajahnya dengan pilu. Dia bisa melihat orang
tuanya mendekat dan berkata dengan tegas, “Raisa, kamu tidak boleh menghancurkan masa depan Rendra.
Tinggalkan dia.”
“Tidak, saya tidak mau. Saya mencintai Rendra dan ingin bersamanya,” seru Raisa. Dia bisa melihat raut khawatir
dari wajah Rendra yang tiba–tiba menariknya pergi.
“Rendra–Tiba–tiba Raisa terbangun, meneriakkan nama Rendra. Setelah dia membuka matanya dan sadar kalau
tubuhnya basah karena keringat, dia sadar kalau itu hanya mimpi buruk. Napasnya keluar dari hidung dengan
terengah–engah, air mata masih tersisa di sudut matanya. Semua itu terasa nyata.
Raisa menghela napas. Kalau mimpi mencerminkan pikiran dalam hati seseorang, kalau begitu perasaannya pada
Rendra bukan sekedar rasa sayang belaka. Dia sudah jatuh cinta padanya. Kehilangan Rendra terasa begitu
menyakitkan. Bahkan memikirkannya saja sudah membuatnya tercekat putus asa.
Keesokan paginya, Raisa masih tertidur ketika sebuah telepon membangunkannya. Dia mencari ponselnya lalu
mengangkatnya dengan bingung dan mata yang masih terpejam, “Halo?”
“Raisa, Ibu dan Ayah sudah sampai di bandara. Bisakah kamu pulang siang nanti untuk membantu kami bersih–
bersih rumah?” suara Ibunya terdengar di ujung telepon.
Seketika Raisa membuka matanya, heran. “Ibu… Ibu sudah pulang? Kenapa tidak beri tahu saya dulu
“Kami pergi liburan satu minggu lebih cepat. Ayahmu ingin memberimu kejutan, jadi kami tidak memberitahumu.”
ujar Clara sambil tertawa. “Apa? Kamu udak senang?
“Tentu senang!” balas Raisa sambil tersenyum.
“Baiklah, kami pulang sekarang. Kami sudah cukup banyak merepotkan Rendra, dan saya jadi tidak enak hati.”
Sepertinya Clara sedang memanggil taksi, karena suaranya terdengar panik. “Kami membawa banyak koper. Kita
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏmbicara lagi nanti. Ayahmu tidak bisa dapat taksi.”
“Baiklah. Ibu pulang dulu saja. Saya akan datang nanti siang.” jawab Raisa seketika.
“Baiklah, akan Ibu siapkan makan malam yang lezat!” ujar Clara. Dia langsung menutup telepon setelah selesai
berbicara.
Raisa menghela napas dan menatap sekeliling ruangan karena dia tidak mau pergi. Dia hanya bisa menertawakan
dirinya sendiri karena dulu dia tidak mau tinggal bersama, tapi sekarang rasanya dia terikat dengan tempat ini.
Tapi, dia tak punya pilihan lain karena orang tuanya jarang sekali liburan untuk pulang ke rumah. Jadi, dia harus
menghabiskan waktu lebih banyak bersama mereka. Saat tatapannya jatuh pada cincin di jarinya, dia mengangkat
jarinya dan mengecupnya.
Dia beranjak dari tempat tidur dan mengemasi pakaiannya ke dalam koper sebelum turun ke bawah, bertanya–
tanya apakah Rendra harus bekerja di akhir pekan. Para pelayan sudah menyiapkan sarapan saat dia tiba. Mereka
menyapanya dengan penuh hormat, “Selamat pagi, Nona Raisa.”
“Selamat pagi,” balasnya sopan.
“Saya rasa Pak Rendra ada di ruang olahraga,” ujar pelayan.
Raisa mengangguk, terkejut sekaligus senang. jadi, Rendra masih di rumah! Kalau tidak, Raisa tidak akan sempat
berpamitan dengannya.