- Novel-Eng
- Romance
- CEO & Rich
- Billionaire
- Marriage & Family
- Love
- Sweet Love
- Revenge
- Werewolf
- Family
- Marriage
- Drama
- Alpha
- Action
- Adult
- Adventure
- Comedy
- Drama
- Ecchi
- Fantasy
- Gender Bender
- Harem
- Historical
- Horror
- Josei
- Game
- Martial Arts
- Mature
- Mecha
- Mystery
- Psychological
- Romance
- School Life
- Sci-fi
- Seinen
- Shoujo
- Shounen Ai
- Shounen
- Slice of Life
- Smut
- Sports
- Supernatural
- Tragedy
- Wuxia
- Xianxia
- Xuanhuan
- Yaoi
- Military
- Two-dimensional
- Urban Life
- Yuri
Bab 163
Tasya sontak berdiri seraya menatap tidak percaya. Bagaimana bisa dua buket bunga dikirim dalam waktu sepuluh
menit? Untuk apa Nando mengirim dua buket bunga hari ini?
Dia pun menghampiri buket mawar itu dan melihat ada kartu ucapan menempel di sana. Wanita itu mengulurkan
tangan dan meraih kartu itu. Ternyata ada kalimat singkat yang tertulis di sana. ‘Kuharap kesabaranku berbuah
manis.‘
Selain ucapan, kartu itu bertanda tangan nama belakang seseorang: Prapanca, serta ada tanggal di bawahnya.
Mata indah Tasya terbelalak tidak percaya melihat tanda tangan itu. Dari semua pria yang dia kenal, hanya ada
satu orang yang bernama belakang Prapanca. Mungkinkah dia yang mengirim?
Tidak lama kemudian, dia berjalan kembali ke depan mejanya dan mengangkat gagang telepon. Setelah itu, dia
menelepon ruangan Elan. Namun, tidak ada jawaban.
Tasya tidak menyerah begitu saja. Jadi, dia mengambil ponsel dan menelepon pria itu.
“Halo.” Suara bariton rendah Elan terdengar merdu di telinga.
Tasya tidak ingin bertele–tele dan langsung bertanya pada intinya. “Kamu kirim buket bunga?”
“Kamu suka?”
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇt“Dasar bodoh. Jangan seperti ini lagi.” Matanya terus melihat ke arah dua buket bunga di atas sofa. Entah apa yang
harus dia lakukan pada bunga bunga itu.
“Kamu suka bunga dari Nando, tetapi jijik dengan bunga dariku?” Pria di seberang telepon terdengar frustrasi.
Pertanyaan itu berhasil membuat Tasya terdiam. “Kenapa membandingkan dirimu sendiri dengan Nando? Dia
temanku dan kamu bosku. Kenapa juga
kamu mengirim bunga?”
“Karena aku suka mengirimimu bunga dan aku melakukan apa yang kumau. Terserah padamu mau menerima
bungaku atau tidak.” Setelah berkata demikian, Elan langsung menutup teleponnya.
Jawaban itu sedikit tidak terduga sampai sampai Tasya memandangi ponsel di tangannya. Sudah dua kali pria itu
menutup teleponnya dan membuatnya berpikir. Suasana hati orang ini tidak bisa ditebak.
Beberapa saat kemudian, Maya masuk untuk mengantarkan dokumen. Saat melihat dua buket bunga di sola, dia
pun terkagum–kagum. “Wah,
cantiknya! Ini mawar impor dan harga per tangkainya cukup mahal, Terlebih lagi, totalnya di buket ini ada sekitar
tiga puluh tangkai!”
“Ambil saja. Kamu bisa menaruhnya di vas mcjamu kalau mau.”
“Serius? Apa boleh aku minta dua tangkai?” Maya bertanya senang.
“Boleh. Bunganya bisa bertahan beberapa hari kalau ditaruh di vas. Kalau ada orang lain yang mau, bagikan pada
mereka juga. Bawa saja semuanya.”
“Wah! Bu Tasya memang yang terbaik! Terima kasih, ya! Buketnya akan kubawa dan kubagikan pada yang lain.”
Maya mengambil buket besar itu dan keluar ruangan untuk membagikan mawar kepada karyawan lain.
Hanya dalam waktu singkat, buket besar itu sudah dibongkar dan bunganya dibagikan kepada para karyawan.
Seluruh kantor pun jadi tahu kalau orang yang mengagumi Tasya baru saja mengirim mawar impor.
Mereka beranggapan bahwa pria itu pasti orang kaya.
Ada rapat mingguan di sore harinya. Felly mengetuk pintu ruangan Tasya dan masuk untuk bicara. Saat sudah di
dalam, Felly tiba–tiba membungkuk dan menatap Tasya. “Tasya, aku butuh bantuanmu. Kamu bisa bantu aku?”
“Tentu saja, Felly.” Tasya pasti membantu kalau dia bisa.
“Jadi, kami punya rencana untuk mengajukan ruang santai kantor baru Kami sudah berdiskusi dan sepakat untuk
mengajak Toko Kue Bella bekerja sama. Masalahnya, kamu juga tahu kalau harga kue mereka terlalu mahal dan
bisa mengacaukan anggaran. Harganya benar–benar meresahkan.”
Tasya mendengarkan dengan saksama, tetapi tetap tidak mengerti arah pembicaraan Felly. Lalu aku harus apa?
Tasya pun langsung bertanya, “Lalu, aku harus apa?”
“Aku akan memberi tahu Pak Elan untuk ikut rapat sore ini. Kamu bisa menyarankan hal ini dalam rapat, ‘kan? Aku
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏmingin meminta persetujuannya. Kalau Pak Elan sudah setuju, akan lebih mudah untuk lanjut ke divisi personalia.”
Felly menatap Tasya penuh harap.
Tasya kehabisan kata–kata mendengarnya. Setelah terdiam beberapa waktu, dia akhirnya bertanya ragu,
“Menurutmu Pak Elan akan mendengarkanku?”
“Kalau kamu yang bilang, peluang keberhasilannya jauh lebih tinggi dibanding kami yang bilang” Felly yakin Elan
akan setuju kalau Tasya yang meminta.
“Baiklah, kalau begitu. Aku akan melaporkan masalah ini dalam rapat.
Tetap saja, aku tidak yakin ini akan berhasil atau tidak.”
“Tidak apa–apa. Aku hanya minta tolong padamu untuk menyarankannya secara singkat saat rapat nanti.” Felly
menepuk pundak Tasya sebelum melirik buket bunga di sofa. “Tasya, kamu punya banyak pengagum, ya?”
Jantung Tasya berdegup ketika mendengar itu. Dia pun buru–buru menjelaskan, “Bukan begitu!”
“Aku juga ambil dua tangkai mawar merah impor darimu. Sepertinya itu mawar merah berkualitas tinggi dari
Belanda. Pengirim bunganya ternyata cukup pintar!”
Kepala Tasya langsung sakit saat teringat si pengirim bunga itu. Sambil terkekeh, dia menjawab, “Aku tidak tahu
siapa yang mengirim karena tidak ada namanya.”
Previous Chapter
Next Chapter