- Novel-Eng
- Romance
- CEO & Rich
- Billionaire
- Marriage & Family
- Love
- Sweet Love
- Revenge
- Werewolf
- Family
- Marriage
- Drama
- Alpha
- Action
- Adult
- Adventure
- Comedy
- Drama
- Ecchi
- Fantasy
- Gender Bender
- Harem
- Historical
- Horror
- Josei
- Game
- Martial Arts
- Mature
- Mecha
- Mystery
- Psychological
- Romance
- School Life
- Sci-fi
- Seinen
- Shoujo
- Shounen Ai
- Shounen
- Slice of Life
- Smut
- Sports
- Supernatural
- Tragedy
- Wuxia
- Xianxia
- Xuanhuan
- Yaoi
- Military
- Two-dimensional
- Urban Life
- Yuri
Ruang Untukmu Bab 245
Leave a Comment / Ruang Untukmu / By Admin 01
Ruang Untukmu Bab 245 Tasya ditelepon oleh Felly sekitar jam 03:00 sore yang memberitahukannya bahwa Elan sudah
datang ke kantor. Kelihatannya, Felly lebih tertarik dan peduli tentang masalah ini daripada perancangnya sendiri.
Setelah mendapatkan kembali ketenangannya, Tasya lalu mengambil kotak perhiasan dari mejanya dan berjalan keluar
dari kantornya.
Di ruang kantor Presiden Direktur, Roy sudah menyerahkan laporan yang dipegangnya kepada pria berkemeja putih
yang baru saja melepas jasnya.
"Pak Elan, menurut penyelidikan, Lukman akan mulai secara aktif mengakuisisi Perusahaan Konstruksi Merian dalam
waktu satu minggu.
Sampai saat ini, dia telah membeli sejumlah besar saham di Perusahaan Konstruksi Merian, yang cukup untuk
melakukan negosiasi dengan dewan pemegang saham." Roy belum menyelesaikan laporannya ketika terdengar suara
ketukan dari pintu, dan diikuti oleh suara seorang wanita.
"Pak Elan, ini aku, Tasya.
Bolehkah aku masuk?" Setelah mendengarnya, ketegangan Elan tiba-tiba memudar dan menatap Roy dengan penuh
ketegasan.
"Awasi terus Perusahaan Konstruksi Merian dan segera beritahu aku jika terjadi sesuatu." "Baik, Pak," jawab Roy.
Kemudian, pria itu bergegas membukakan pintu dan tersenyum pada Tasya sambil menyapa, "Selamat siang, Nona
Tasya."
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇt"Siang juga, Pak Roy."
"Pak Elan ada di dalam," ucapnya sebelum melangkah ke samping.
"Silahkan lewat sini." Tasya pun berjalan melewati pintu dan segera melihat pria yang sedang duduk di balik meja.
Dia mengenakan kemeja satin putih yang sederhana, tetapi untuk beberapa alasan, pria itu tampak begitu
mengesankan.
Ketika Tasya memikirkan tentang apa yang terjadi tadi malam, tatapannya yang jernih dan tegas tiba-tiba menjadi
goyah, lalu wanita itu merasa kebingungan hanya dengan melihatnya.
Dia pun menurunkan pandangannya dan langsung menuju ke arah meja Elan, dan dia kemudian mendengar Roy
menutup pintu di belakangnya.
"Apa yang bisa kulakukan untukmu?" Elan pun bertanya sambil tersenyum.
Tasya segera menyerahkan kotak perhiasan itu dan berkata dengan santai, "Ini dia.
Hadiah ini untukmu." Ekspresi terkejut melintas di wajah Elan ketika dia melihat sebuah kotak yang ada di tangan
Tasya, karena sepertinya kotak itu berisi perhiasan.
Elan lalu mengambil kotak itu dan membukanya, dan matanya tampak berbinar saat melihat kalung yang ada di
dalamnya.
"Ini adalah hadiah yang cukup mengejutkan." Tasya tahu bahwa dia salah mengira ini sebagai hadiah darinya.
Dia menyilangkan tangannya dan menjelaskan dengan tajam, “Ini adalah hadiah dari seorang wanita, tapi wanita
itu bukan aku.
Kalung ini dari Helen." Tasya menyebutkan nama itu tanpa sedikit pun kebencian.
Elan pun membeku, dan dia menjatuhkan tangannya sambil bertanya, "Mengapa kamu memberikannya kepadaku
atas nama wanita itu?"
"Sebenarnya aku juga tidak mau, tetapi karena dia secara khusus memintaku untuk mendesain kalung itu, aku tak
punya pilihan selain mengirimkannya juga atas namanya," jawab Tasya tanpa ekspresi dan segera berbalik untuk
pergi.
Dia baru saja berbalik ketika sebuah suara rendah pria itu memanggilnya, "Tunggu." Tasya pun berbalik lagi untuk
menatapnya dengan mata yang menyipit.
"Ada apa? Apakah kamu juga ingin aku membantumu untuk mengenakan kalung itu, Pak Elan?" Elan
memelototinya dengan tak percaya.
Dia tak bisa mengerti kenapa wanita itu tidak cemburu sedikit pun.
Dia pun mengangkat alisnya dan berkata, "Aku tak berniat untuk menerima hadiah ini." "Itu bukan masalahku.
Jika kamu tidak menginginkannya, kembalikan saja pada Helen secara langsung" balas Tasya dengan dingin, meski
saat ini hatinya sudah terasa sesak.
Apakah dia benar-benar tak akan menerimanya? "Baiklah, Tasya, aku ingin kamu mengambil pesananku untuk
membuat sebuah kalung.
Kamu dapat membuat desain apa pun yang terbaik menurutmu," katanya dengan lancar sambil berdiri.
Tingginya yang menjulang telah memberi tekanan pada Tasya saat pria itu mengambil beberapa langkah ke
arahnya.
"Sesuatu yang harganya sekitar seratus miliar, dan kamu akan mendapatkan komisi yang lumayan dari pesanan
itu.
Bagaimana menurutmu?" Tasya tampak memicingkan matanya yang cantik pada Elan.
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏm
Apakah pria itu baru jatuh dari tempat tidur pagi ini sehingga kepalanya terbentur? Tasya tak bisa menemukan alasan
lain mengapa Elan asal membuat pesanan yang tiba-tiba seperti itu.
Dia adalah seorang presdir sebuah perusahaan besar, dan pria itu bisa saja mendapatkan semua perhiasan yang
diinginkannya.
Namun, dia malah memilih untuk menghabiskan seratus miliar untuk perhiasan yang dirancang oleh Tasya.
Selain itu, komisi yang bisa didapat dari pesanan ini akan menjadi jumlah yang sangat lumayan.
Secara keseluruhan, wanita itu sama sekali tak akan merasa dirugikan.
Hanya butuh beberapa detik baginya untuk merenungkan hal ini, dan sebuah senyuman tampak melengkung di
bibirnya saat Tasya bertanya, “Pak Elan, apa kamu serius tentang pesanan ini?" "Sangat serius," jawabnya, dan dia tidak
terlihat seperti sedang bercanda saat menatap Tasya dengan mantap.
"Bahkan, aku bisa membayarnya sekarang juga." "Tenang saja, Pak Elan.
Aku bersedia menerima pesanan apa pun asalkan dibayar atas pekerjaanku," ucap Tasya dengan santai sebelum
berbalik untuk meninggalkan ruangan itu.
Elan pun tersenyum.
Seperti yang diharapkan, wanita itu sangat terpengaruh oleh uang.
Saat ini, Tasya sudah membuka pintu dan bergegas pergi.
Kekecewaan yang dia rasakan sebelumnya kini sudah menghilang.
Dia sangat tergelitik saat membayangkan betapa sentimen sikapnya Helen karena sudah diabaikan oleh orang seperti
Elan, yang tak hanya tidak mengetahui tentang hadiah itu tetapi juga segera menolaknya tanpa berpikir dua kali.