- Novel-Eng
- Romance
- CEO & Rich
- Billionaire
- Marriage & Family
- Love
- Sweet Love
- Revenge
- Werewolf
- Family
- Marriage
- Drama
- Alpha
- Action
- Adult
- Adventure
- Comedy
- Drama
- Ecchi
- Fantasy
- Gender Bender
- Harem
- Historical
- Horror
- Josei
- Game
- Martial Arts
- Mature
- Mecha
- Mystery
- Psychological
- Romance
- School Life
- Sci-fi
- Seinen
- Shoujo
- Shounen Ai
- Shounen
- Slice of Life
- Smut
- Sports
- Supernatural
- Tragedy
- Wuxia
- Xianxia
- Xuanhuan
- Yaoi
- Military
- Two-dimensional
- Urban Life
- Yuri
Bab 472
Alanna melambaikan tangannya dan Jodi pun segera dilepaskan. Tapi, dia langsung berlari menuju Elan.
“Kenapa Om diikai, Om Elan? Saya tidak mau Om diikat oleh mereka hanya demi menyelamatkan saya. Dia wanita
jahat!” scru Jodi dengan ckspresi marah sambil menunjuk Alanna.
Meskipun tangan Elan terikat, dia tampak tegar seperti biasanya saat berjongkok. Dia menatap Jodi dan berbicara
dengan tegas, “Jodi, pulanglah pada Mama. Om akan baik–baik saja.”
“Saya tidak mau meninggalkan Om sendirian. Ayo pergi bersama. Saya tidak mau pergi tanpa Om Elan!” ujar Jodi
sambil memeluk Elan dan mulai menangis sesenggukkan.
Elan menggunakan kesempatan ini untuk memberi tanda pada salah satu anak buah dan pengawalnya, Riki, untuk
mendekat dan menggendong Jodi. Sedangkan Jodi, berusaha melepaskan diri tangan Riki dan tidak mau pergi. Tapi,
Riki tidak punya pilihan lain selain memaksanya pergi dari kapal itu.
Tangis Jodi terus terdengar. “Om Elan! Om Elan...”
Saat Elan mendengar tangisannya, hatinya terasa sakit sampai matanya pun ikut berkaca–kaca. Jodi sudah dia
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇtanggap anaknya sendiri. Baginya, mereka berdua memiliki ikatan darah.
Ini membuat Alanna mencibir. “Sungguh Ayah dan anak yang emosional sekali! Kamu harus tahu bagaimana kamu
akan diperlakukan disini mulai sekarang, Elan.”
Alanna berkata, “Cabut gugatan pada Ayah saya dan biarkan Ayah saya bebas!”
Sebuah ponsel diberikan pada Elan. Di saat yang bersamaan, ada seorang penembak jitu yang sedang
mengarahkan senapan pada tiga orang yang baru saja meninggalkan kapal tadi.
Melihat ini, tatapan Elan tampak redup. Dia pun mengambil ponsel itu dan menghubungi Pak Andre, Saat telepon
diangkat, Elan berkata dengan tenang “Pak Andre, saya ingin mencabut tuntutan saya pada Paman saya, Rully
Prapanca. Tolong lepaskan dia tiga hari lagi.”
“Anda yakin Anda ingin menghentikan penyelidikan pada insiden tahun itu. Pak Elan?”
“Iya. Paman saya bukan pelakunya,” balas Elan dengan nada serius,
“Baiklah. Saya akan mengatur pelepasannya.” ujor Pak Andre.
“Terima kasih.” Setelah mendengarnya, Alanna menyimpan ponsel itu dan merasa puas. Dia lalu mengisyaratkan
pada anak buahnya. “Lepaskan mereka. Kita akan pergi sekarang.”
Tasya, yang sedang melihat semuanya dari kamera pengawas, saat ini hanya bisa menangis. Dia melihat
pengorbanan yang dilakukan Elan demi menyelamatkan anaknya. Sekarang, tangan Elan diikat dan dia tampak
seperti seekor binatang buas yang pasrah pada Alanna.
“Nona Tasya, sekarang anak Anda sudah aman. Saya akan mengirimkan seseorang untuk menjemputnya.
Sekarang, biarkan kami yang mengatur penyelamatan Pak Elan.”
“Elan... Tolong selamatkan dia!” pinta Tasya pada Roy dan beberapa pengawal
lainnya.
“Jangan khawatir. Kami tidak akan membiarkan sesuatu terjadi pada Pak Elan.” ujar Roy sambil menganggukkan
kepala. Dia terlihat sangat tenang.
Tasya pun duduk di ujung ruangan sambil menunggu Jodi kembali. Tapi, hatinya terus kalut karena keselamatan
Elan. Dia ingin mereka berdua selamat.
Sementara itu, Jodi sudah berada bersama tim penyelamat.
Saat itu, tim pengintai melaporkan kalau mereka kehilangan jejak kapal Alanna. Kapalnya diam–diam berlayar ke
perairan sebuah daerah yang memiliki sistem sinyal intersepsi, sehingga pelacak sinyal mereka terblokir. Jadi,
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏmdengan bantuan sinyal pelindung dari daerah itu, Alanna dan Elan menghilang dari radar pelacak.
Roy tidak menyangka kalau Alanna akan selicik ini. Dia mengeluarkan ponselnya dan berjalan menuju ujung
ruangan, lalu menekan sebuah nomor.
“Halo?” suara dingin seorang laki–laki terdengar di ujung telepon.
“Maaf sudah mengganggu Anda, Pak Arya. Saya butuh bantuan Anda perihal nyawa Pak Elan.”
“Apa? Elan membahayakan dirinya sendiri?” Tanya laki–laki di ujung telepon itu tampak terkejut.
“Benar. Beliau membutuhkan bantuan Anda sekarang.”
“Dimana dia?”
“Beliau sekarang diculik dan dibawa ke perairan Bekasi. Kami tidak tahu apakah beliau masih hidup atau tidak.
Tolong minta bantuan pada Pak Raditya juga untuk
menyelamatkan Pak Elan.”
“Bagaimana bisa dia terlibat dengan situasi seperti ini?” ujar Arya sambil menghela napas. “Berikan lokasi
terakhirnya pada saya.”
Previous Chapter
Next Chapter