- Novel-Eng
- Romance
- CEO & Rich
- Billionaire
- Marriage & Family
- Love
- Sweet Love
- Revenge
- Werewolf
- Family
- Marriage
- Drama
- Alpha
- Action
- Adult
- Adventure
- Comedy
- Drama
- Ecchi
- Fantasy
- Gender Bender
- Harem
- Historical
- Horror
- Josei
- Game
- Martial Arts
- Mature
- Mecha
- Mystery
- Psychological
- Romance
- School Life
- Sci-fi
- Seinen
- Shoujo
- Shounen Ai
- Shounen
- Slice of Life
- Smut
- Sports
- Supernatural
- Tragedy
- Wuxia
- Xianxia
- Xuanhuan
- Yaoi
- Military
- Two-dimensional
- Urban Life
- Yuri
Bab 636
Kemudian, seseorang masuk sambil tersenyum dan berkata, “Nyonya Prapanca.”
“Nona Luna,” ucap ketiga gadis itu sambil berbalik untuk menyambutnya.
“Kalian pergi dan makanlah dulu!” kata Luna kepada mereka.
Ketiga gadis itu pergi begitu mereka menyadari tempat mereka. Luna menatap Tasya dengan rasa kagum dan iri.
Dia mengetahui segala sesuatu tentang Tasya termasuk masa kecil Tasya, tetapi dia tidak tahu tentang kekuatan
yang mengubah gadis ini menjadi dirinya yang sekarang.
Ketenangan, keanggunan, dan kepercayaan diri Tasya saat ini sepertinya menjadi alasan khusus Elan memilihnya.
Luna mengira kepercayaan diri itu berasal dari anak yang mereka punya.
“Kamu begitu mempesona. Setelah melihatmu, saya jadi ingin cepat-cepat menemukan cinta.” Luna menghela
napas.
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇt“Kamu ingin mencari orang seperti apa?” tanya Tasya penasaran.
“Saya belum pernah bertemu pria yang membuat jantung saya berdetak kencang,” kata Luna sambil tersenyum
dan menggelengkan kepalanya.
“Semoga kamu segera menemukan jodohmu,” ucap Tasya tulus padanya.
“Terima kasih,” jawab Luna sambil meraih gaun pengantin Tasya dan Tasya membiarkannya.
Setelah Luna selesai mengatur gaunnya, Tasya melihat jam dan berkata, “Satu jam lagi akan menjadi momen yang
sangat penting. Saya dengar para tamu telah tiba dan pulau akan ramai hari ini.“
Tiba-tiba, langkah kaki mantap terdengar dari arah tangga. Pintu terbuka dan tampak Elan masuk dengan
mengenakan setelan hitam. Alih-alih memakai dasi biasa, dia mengenakan dasi kupu-kupu hitam. Kancing manset
safir gelap pada setelannya memancarkan aura yang luar biasa dan mewah serta membuatnya terlihat lebih
dewasa dan menarik.
Dia terlihat sangat tampan dengan rambutnya yang disisir ke belakang. Garis wajahnya yang tajam membuatnya
tampil menawan dan modis.
Elan terkejut melihat Luna, tetapi tatapannya tertuju pada calon istrinya dengan penuh kasih sayang. Dia menatap
Tasya dari atas ke bawah dengan mata melebar karena terkejut.
Tasya merasa malu ketika Elan menatapnya, tetapi dia juga tertarik pada penampilan Elan yang begitu tampan hari
ini Mereka berdua begitu terpesona satu sama lain sehingga mereka lupa ada orang ketiga di samping mereka.
Luna memandang mereka lalu sedikit menurunkan pandangannya untuk menyembunyikan cahaya di matanya. Dia
mengerucutkan bibir merahnya erat-erat seolah-olah mencoba menyembunyikan sesuatu.
“Luna, boleh saya berbicara dengan calon istri saya sebentar?” tanya Elan.
Baru pada saat itulah Luna menyadari bahwa dia adalah orang ketiga disini. “Saya tidak akan mengganggu kalian
berdua kalau begitu,” katanya sambil tersenyum.
Elan melingkarkan lengannya yang kuat di pinggang Tasya dan memeluknya erat-erat sambil mendekatkan
wajahnya.
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏm“Kamu memang cantik, tetapi saya tidak menyangka kamu sangat menakjubkan,” ucap Elan dengan suara serak
dan mata penuh kekaguman.
Tasya pun berpikir Elan sangat menarik dan menawan, tetapi dia tidak menyangka Elan begitu tampan hari
ini.
“Tuan Prapanca, saya akan segera menjadi Nyonya Prapanca. Ada yang ingin Anda sampaikan kepada saya?”
Tasya melingkarkan lengannya di leher Elan dan mencium aroma sejuk dan menawan di tubuhnya.
“Selamat, Nyonya Prapanca.” Elan tersenyum dalam.
“Selamat untukmu juga, Tuan Prapanca.”
Elan tersenyum lalu menempelkan bibirnya ke bibir Tasya karena terlihat sangat menggoda.
Bibir merah Tasya sudah begitu indah, tetapi Elan membuatnya lebih lembab dan cantik dengan ciumannya.
Luna berjalan keluar dari vila dan menuju taman. Kemudian, tiga gadis tadi mendekatinya dan salah satu dari
mereka memanggilnya, “Nona Luna…”
Luna tidak mendengarnya karena dia tenggelam dalam pikirannya. Ketiga gadis itu pun hanya bisa saling
memandang satu sama lain. “Apa yang Nona Luna pikirkan hingga dia tidak menyadari panggilan kita?”
Luna terus berjalan ke ruang terbuka. Dia melihat ke para tamu dengan mata merah seolah-olah dia dipenuhi
dengan kesedihan.