- Novel-Eng
- Romance
- CEO & Rich
- Billionaire
- Marriage & Family
- Love
- Sweet Love
- Revenge
- Werewolf
- Family
- Marriage
- Drama
- Alpha
- Action
- Adult
- Adventure
- Comedy
- Drama
- Ecchi
- Fantasy
- Gender Bender
- Harem
- Historical
- Horror
- Josei
- Game
- Martial Arts
- Mature
- Mecha
- Mystery
- Psychological
- Romance
- School Life
- Sci-fi
- Seinen
- Shoujo
- Shounen Ai
- Shounen
- Slice of Life
- Smut
- Sports
- Supernatural
- Tragedy
- Wuxia
- Xianxia
- Xuanhuan
- Yaoi
- Military
- Two-dimensional
- Urban Life
- Yuri
Ruang Untukmu
Bab 876
Apakah ibu Anita bisa terselamatkan atau tidak memang menjadi tanda tanya.
Anita berpegangan pada kusen pintu untuk menopangnya berdiri. Dia masih terisak saat menatap laki–laki di
hadapannya dengan memelas, dan berkata “Bisakah setidaknya saya menelepon ayah agar tahu kondisi ibu saya?
Bisa ya?”
Raditya pun mengangguk, merasa lega karena Anita memutuskan memilih untuk menelepon daripada pulang.
Dia baru saja hendak berjalan ke luar ketika kakinya terasa lunglai dan membuatnya terhuyung. Menangkap gejala
itu, Raditya langsung menjulurkan tangan untuk menahannya, lengannya melingkar di tubuhnya untuk
menopangnya berdiri. Dia melihat wajahnya pucat dan tubuhnya sangat lemah, lalu bertanya perlahan, “Apakah
kamu cukup kuat untuk berjalan?”
Anita menegakkan tubuhnya saat mendengar pertanyaannya. Dengan punggung tegak, dia melangkah menuju
ruang rapat di mana Raditya dan anak buahnya bekerja. Tindakan ini adalah protes sunyinya atas
ketidaksimpatikan sikap Raditya tadi.
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇtSetibanya di ruang itu, keempat laki–laki yang sedang bekerja di depan komputer memandanginya dengan penuh
cemas. Mereka bisa menyimpulkan bahwa Anita menangis dengan melihat matanya yang bengkak dan merah,
sehingga semakin merasa khawatir.
“Jangan khawatir, Nona Maldino, ibumu akan baik–baik saja,” ucap Teddy menenangkannya dengan lembut.
“Apakah kalian punya video kecelakaan mobilnya?” tanya Anita dengan suara parau. “Saya ingin melihatnya.”
Jodi langsung menutup laptopnya dan melirik Raditya, yang berdiri di pintu dengan lengan menyilang di dada. Saat
menangkap tatapan tajam mata Raditya, dia berbicara dengan sedikit tergagap, “Ti–Tidak ada, kami hanya
menerima panggilan telepon tentang peristiwa itu. Tidak ada kiriman video.”
Akan tetapi, Anita tahu bahwa dia berbohong. Sorot matanya tertuju pada laptopnya, dia pun mengitari meja
panjang menuju tempat duduknya. Kemudian, dia menggeser tubuh Jodi dan segera membuka laptopnya, lalu
membuka semua berkas di dalamnya. “Tampilkan video itu sekarang juga,” dia memerintah dengan dingin, dengan
air mata menggenang di kedua matanya.
Merasa terpojok, Jodi menatap Raditya, meminta bantuan dalam diam. Setelah melihat kondisi Anita yang
tidak berdaya sebelumnya, Raditya pun menghampirinya dan menutup laptop itu, kemudian berkata, “Kita harus
menunggu kabar dari rumah sakit.”
Air mata mengalir semakin deras di pipinya saat merenungkan arti kata–kata yang keluar dari mulut Raditya.
Apabila dia bersikeras tidak mengizinkannya melihat video itu, maka artinya adalah kecelakaan itu sangat parah
dan kemungkinan ibunya selamat sangat kecil.
Dengan berpikir bahwa ada kemungkinan dia tak sempat melihat ibunya lagi untuk terakhir kalinya, Anita merasa
sesak sampai tidak bisa mencerna apapun yang terjadi di sekitarnya. Napasnya pun tersengal saat kepanikan
menyerangnya, dan tiba–tiba semuanya menjadi gelap, kemudian dia jatuh terjengkang.
Teddy, yang berada di sampingnya, menangkapnya sebelum jatuh. “Pak Raditya, dia pingsan!” pekiknya.
Raditya sudah menduga hal seperti ini akan terjadi. Alisnya mengernyit saat berlari di dalam ruang dan
menggendongnya, kemudian pergi ke klinik dengan Jodi dan Teddy mengikuti di belakang.
Anita tampak pucat saat berbaring di ranjang klinik dan tubuhnya dingin. Dokter sudah memeriksa dan berkata,
“Nona Maldino pingsan karena tubuhnya tidak dapat mengatasi keterkejutan yang dialami, tetapi akan pulih
kembali setelah beristirahat.”
“Namun dia masih harus menghadapi kenyataan saat siuman nanti!” ucap Teddy sambil menghela napas.
“Kita hanya bisa berharap ibunya selamat, kalau tidak, dia akan sangat sedih,” ucap Jodi.
Sementara itu, Raditya duduk di ujung ranjang dengan alis mengernyit. Sorot matanya terpaku pada Anita,
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏmmatanya menunjukkan kekhawatiran yang belum pernah dia tunjukkan sebelumnya.
“Kalian berdua boleh pergi,” perintahnya ke anak buahnya. “Beritahu saya begitu kalian mendapat kabar tentang
ibunya.”
“Siap. Kami serahkan Nona Maldino kepadamu, Radit,” jawab Teddy, lalu menarik Jodi keluar dari klinik dan kembali
ke ruang rapat.
Saat menyusuri koridor, Teddy kembali menghela napas, “Saya berani bertaruh Radit pasti menyalahkan dirinya
sendiri atas hal ini. Dia berjanji pada Nona Maldino untuk menjaga keselamatan keluarganya, tetapi sekarang,
ibunya justru terbaring di rumah sakit karena kecelakaan mobil.”
“Seperti yang saya duga. Saya melihat bagaimana Nona Maldino menatap Radit tadi, dan yakin dia sangat
membencinya. Apabila terjadi sesuatu pada ibunya, dia pasti akan menyalahkannya seumur hidup.”
Mereka berdua saling beradu pandang, berharap apapun dugaan mereka tidak akan menjadi kenyataan. Hal
terakhir yang mereka inginkan adalah Anita membenci Raditya karena kimi mereka merasa Raditya memiliki
perasaan istimewa terhadapnya.
Di klinik, dokter memasang selang infus pada Anita, dan kateter dipasang di lengannya dengan jarum. Raditya
duduk di sebelah ranjang, posturnya tegak dan kaku saat mata gelapnya terkunci pada gadis yang tidak sadarkan
diri itu. Sulit mengatakan apa yang ada dalam pikirannya, tetapi siapapun bisa melihat kalau dia sangat khawatir.