- Novel-Eng
- Romance
- CEO & Rich
- Billionaire
- Marriage & Family
- Love
- Sweet Love
- Revenge
- Werewolf
- Family
- Marriage
- Drama
- Alpha
- Action
- Adult
- Adventure
- Comedy
- Drama
- Ecchi
- Fantasy
- Gender Bender
- Harem
- Historical
- Horror
- Josei
- Game
- Martial Arts
- Mature
- Mecha
- Mystery
- Psychological
- Romance
- School Life
- Sci-fi
- Seinen
- Shoujo
- Shounen Ai
- Shounen
- Slice of Life
- Smut
- Sports
- Supernatural
- Tragedy
- Wuxia
- Xianxia
- Xuanhuan
- Yaoi
- Military
- Two-dimensional
- Urban Life
- Yuri
Bab 1215 Cantikkah Saya?
Senyum Bianca segera sirna. Dia menggigit bibirnya menyaksikan kepergian mereka, merasa sangat cemburu.
Dia memandangi laki–laki itu lagi. Lathan berdeham untuk menarik perhatiannya. “Biarkan saja, Bianca. Kita makan
saja.”
Tepat ketika itu, seorang pelayan datang menyajikan makanan, tetapi Bianca tidak berselera. Hanya
membayangkan Nando dan Qiara bermesraan dalam ruang itu telah membuat suasana hatinya hancur seketika.
Pikirnya merebut Lathan dari Qiara akan membuatnya menderita, tetapi. Qiara justru mendapat kekasih yang jauh
lebih baik.
“Sini, buka mulutmu.” Lathan berusaha menghibur Bianca.
“Rasanya tidak enak!” ucapnya lalu mengalihkan wajahnya.
Di sisi lain, Qiara merasa lega seketika pindah ke ruang privat itu. Akhirnya, tempat yang tenang dan damai,
pikirnya. Dia baru saja hendak mengambil air ketika Nando bertanya dingin, “Jadi, kamu tidak akan tinggal di rumah
saya lagi?”
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇtQiara berkedip dan mengangguk. “Ibu meminta saya untuk pulang. Saya tidak ingin membuat mereka khawatir,
jadi malam ini saya pulang.”
“Bagus. Lagi pula saya juga tidak menginginkanmu di rumah saya,” ucapnya dengan angkuh.
Qiara tersenyum. “Bagus, kalau begitu. Tidak akan ada yang mencuri camilanmu lagi.” Bagaimanapun juga,
sungguh menggemaskan melihat seorang laki–laki memiliki banyak camilan di rumahnya.
“Lalu, apakah kamu masih akan datang untuk bekerja?” Nando menyipitkan mata. Dia telah kembali ke
keluarganya sekarang. Sepertinya dia tidak membutuh uang lagi. Apakah dia berniat berhenti?
“Tentu saja! Kamu mempekerjakan saya sebagai asistenmu, ingat? Tidak mungkin saya melepaskan begitu saja
kesempatan emas ini.” Dia tidak pernah terpikir untuk berhenti bekerja. Pekerjaan mengajarkan kepadanya arti
kehidupan, membuat hari–harinya tidak membosankan seperti sebelumnya.
“Kalau begitu, jangan terlambat,” ucap Nando.
“Tidak akan, jangan khawatir.” Dia menggigit bibir lalu menghitung dengan jarinya. “Camilanmu kira–kira harganya
delapan juta, pakaian yang kamu berikan seharga tiga juta, dan semua makanan yang kamu belikan untuk saya
harganya sama. Jadi, saya berutang kepadamu sebanyak empat belas juta. Saya akan menyerahkan uangnya
besok.”
Qiara tidak pernah ingin mengambil keuntungan dari orang lain. Dia telah menghabiskan uang laki–laki ini saat ini,
maka harus segera mengembalikannya, atau dia merasa tidak tenang.
Nando terdiam. Apakah dia harus berlaku sejauh ini? Apakah dia serius ingin mengembalikan uang saya?
“Tidak perlu,” jawabnya. “Kamu tidak perlu mengembalikannya.”
“Tidak. Saya harus mengembalikannya,” jawab Qiara dengan tegas.
“Tidak, tidak perlu.”
“Ya, harus.”
“Tidak, tidak usah.”
“Harus dan pasti akan saya kembalikan!”
“Kalau begitu, saya tidak akan menerimanya.”
Qiara tertawa dan menatap Nando. “Baiklah, saya tidak akan mengembalikannya kalau begitu.”
Dia merenggangkan kakinya. “Saya tidak pernah meminta perempuan manapun untuk mengembalikan uang
saya.”
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏmQiara tersenyum dan menatap ke luar jendela. Lampu jalanan mulai menyala bak kunang- kunang yang terbang
melintasi kota, dan dia terpukau melihat pemandangan itu.
Saat dia asik menatapi lampu jalan, Nando memandangi wajahnya. Perempuan ini terlihat lebih cantik daripada
yang dia kira.
Qiara sadar sedang ditatap olehnya. Kebanyakan perempuan tentu sudah memalingkan wajahnya karena malu,
tetapi dia tidak seperti mereka. Dia menoleh dan balas menatapnya dengan berani. Qiara kemudian
menyandarkan dagunya pada tangannya, tidak sekalipun mengalihkan pandangannya darinya.
Tidak tersirat rasa takut pada kedua matanya saat memandangi laki–laki itu. Dia berkedip dan mengerucutkan
bibir, tetapi tidak pernah sekalipun memalingkan pandangan darinya, seakan yang pertama melakukannya telah
kalah telak.
Pada akhirnya, Nando pun tersipu malu dan berdeham sebelum memalingkan wajahnya.
“Pasti kamu menganggap saya cantik, bukan?” tanya Qiara penuh percaya diri.
Nando menatapnya lagi. Dia begitu percaya diri dan tanpa tedeng aling–aling. Mungkin, karena dibesarkan di
sebuah keluarga yang tidak kekurangan apa pun, maka dia bukan perempuan yang ambisius secara berlebihan
ataupun licik. Nando kemudian berkomentar, “Lumayan.”