- Novel-Eng
- Romance
- CEO & Rich
- Billionaire
- Marriage & Family
- Love
- Sweet Love
- Revenge
- Werewolf
- Family
- Marriage
- Drama
- Alpha
- Action
- Adult
- Adventure
- Comedy
- Drama
- Ecchi
- Fantasy
- Gender Bender
- Harem
- Historical
- Horror
- Josei
- Game
- Martial Arts
- Mature
- Mecha
- Mystery
- Psychological
- Romance
- School Life
- Sci-fi
- Seinen
- Shoujo
- Shounen Ai
- Shounen
- Slice of Life
- Smut
- Sports
- Supernatural
- Tragedy
- Wuxia
- Xianxia
- Xuanhuan
- Yaoi
- Military
- Two-dimensional
- Urban Life
- Yuri
Bab 966
“Kakek, tolong beritahu Keluarga Maldino tentang hal ini mewakili saya. Saya akan mengirim permintaan maaf
kepada mereka.”
Tak perlu dikatakan, Panji tentu tidak mengizinkan Raditya melakukan itu karena sebenarnya dialah yang
memaksakan pertunangan ini sejak awal. Apabila harus ada orang yang meminta maaf, maka Panjilah yang harus
melakukannya. Kemudian dia menepuk–nepuk bahu Raditya. “Seminggu lagi, bawalah gadis yang kamu sukai itu.
Kakek ingin makan bersamanya.”
Raditya berpikir sejenak. “Baik. Saya akan berusaha sekuat tenaga untuk membujuknya.”
Malam itu, semua orang diberitahu untuk makan malam bersama di Kediaman Maldino. Panji sudah menelepon
Wisnu untuk meminta maaf terkait pembatalan pertunangan itu. Mengingat itu adalah acara keluarga besar, maka
pemberitahuan itu penting.
Anita dan Ani langsung menuju ke Kediaman Maldino dari mal di pusat kota sedangkan orang tua mereka tiba tak
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇtlama setelahnya. Makan malam dihidangkan seperti biasanya di meja makan di mana setiap anggota keluarga
hadir dan duduk mengelilingi.
“Ani, tolong jangan marah dan jangan salahkan Keluarga Laksmana.” Wisnu menghibur Ani sebelum menatap putra
bungsu dan menantunya. “Kalian juga. Jangan terlalu kesal dan tersinggung dalam hal ini. Tidak baik untuk kedua
keluarga.”
“Tenang, Ayah. Kita santai saja.” Mardani menghilangkan kekhawatiran ayahnya.
“Iya. Ani sedang sial saja.” Sebagai seorang ibu, Henida sedikit marah dengan akhir kisah ini karena sangat
menanti–nantikan pernikahan putrinya itu.
Mendengar itu, Darwanti berkata sebagai kakak ipar, “Henida, ambil hikmahnya saja. Ani masih muda dan cantik.
Dia pasti segera akan mendapatkan pasangan yang cocok. Coba pikir— tidak peduli sehebat apa Raditya, tetapi dia
sering pergi jauh dari rumah untuk menjalankan tugasnya. Ani mungkin akan menjalani kehidupan seperti seorang
janda setelah menikah dengannya. Lebih baik dia melajang.”
“Eijuh!” Anita menyemburkan tehnya ke lantai, menarik tatapan bingung semua orang. Dia menutup mulutnya
sambil batuk–batuk. “Saya tersedak.”
“Kenapa minum terburu–buru? Tidak ada yang akan mengambilnya darimu,” ucap Darwanti.
“Darwanti, saya rasa kamu benar. Saya lebih suka melihat seseorang yang menyayangi Ani dan berada di sisinya.
Dia penakut dan cenderung bergantung pada orang lain. Raditya memang bukan jodohnya.” Henida akhirnya
menerima keadaan ini.
“Benar. Anita juga harus menemukan seseorang seperti itu juga. Sangat mudah terjadi masalah bila laki–lakinya
jarang hadir setiap waktu,” ucap Darwanti.
“Benar. Jadi, ada baiknya pertunangan ini batal. Meskipun Raditya tampan dan berbakat, kita tidak cukup
beruntung menjadi bagian keluarganya. Mari kita lupakan saja. Kita cari orang yang dapat diandalkan untuk Ani.”
“Iya, hilangkan kekhawatiranmu itu. Ani masih muda dan tidak perlu terburu–buru. Selain itu, kenyataan bahwa
Raditya sendiri yang membatalkan pertunangan ini membuktikan kalau dia tidak ingin terikat dengan Ani. Dia orang
yang dewasa. Terakhir kali saya bertemu dengannya, dia memang serba bisa, menonjol dalam banyak hal, tetapi
sikapnya terlalu dingin. Dia tidak seperti orang yang penuh perhatian dan kasih sayang.”
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏmTidak bisa berkata apa–apa, Anita melirik ibunya dan berharap segera menghentikan semua omongan itu.
Meskipun tidak tahu apa–apa, dia takut ibunya harus menarik kata–katanya ini suatu hari nanti.
Melihat keluarganya tidak kecewa dengan masalah ini, suasana hati Ani membaik dan berkata, “Saat ini saya
enggan untuk menikah dengan seseorang. Saya ingin pergi jalan–jalan untuk menghibur diri dan rileks.”
Setelah itu, percakapan mereka berkisar pada bagaimana laki–laki harus lebih mementingkan keluarga atau karir
di bawah arahan Darwanti dan Henida. Anita meninggalkan tempat duduknya diam–diam untuk menghirup udara
segar di taman. Sambil menengadah, dia menatap langit berbintang, yang mengingatkannya saat Raditya
menemaninya menyaksikan langit berhiaskan jutaan bintang di markas.
Malam itu, tidak hanya melihat langit berbintang, dia juga sangat terpesona pada laki–laki itu. Namun, bisakah dia
memiliki kehidupan seperti itu? Bisakah dia memutar ulang waktu?
Sungguh buruk diri ini yang justru memikirkan hal seperti ini ketika pertunangan Ani baru saja
batal.
Setelah berpikir dua kali, dia menggeleng–gelengkan kepalanya untuk menghapus pikiran itu.
kosong. Apakah dia akan kembali datang?