- Novel-Eng
- Romance
- CEO & Rich
- Billionaire
- Marriage & Family
- Love
- Sweet Love
- Revenge
- Werewolf
- Family
- Marriage
- Drama
- Alpha
- Action
- Adult
- Adventure
- Comedy
- Drama
- Ecchi
- Fantasy
- Gender Bender
- Harem
- Historical
- Horror
- Josei
- Game
- Martial Arts
- Mature
- Mecha
- Mystery
- Psychological
- Romance
- School Life
- Sci-fi
- Seinen
- Shoujo
- Shounen Ai
- Shounen
- Slice of Life
- Smut
- Sports
- Supernatural
- Tragedy
- Wuxia
- Xianxia
- Xuanhuan
- Yaoi
- Military
- Two-dimensional
- Urban Life
- Yuri
Bab 17 Ayo Kita Pulang
Vivin mendeham dan berusaha terdengar santai. Dia tidak ingin Finno tahu apa yang
terjadi. “Oh, akhirnya aku tidak jadi makan bersama mereka. Aku masuk angin jadi aku
pamit.”
Di seberang sana, Finno tidak langsung menjawab. Dia merasa ada yang tidak beres tapi
dia sedang mempertimbangkan untuk menanyakannya atau tidak. “Kau di mana
sekarang?” Akhirnya dia memutuskan untuk tidak buru-buru bertanya, dia ingin
memberinya ruang untuk bercerita. nantinya.
“Yah, aku di area Rumah Mewah Yasawirya. Kenapa kau tidak makan duluan? Oh ya,
Tolong bertahu Mbak Muti untuk menyiapkan sup, ya? Aku akan makan begitu sampai
rumah.”
Tiba-tiba hening. Ternyata ponsel Vivin mati karena kehabisan baterai.
Sial! Kenapa harus sekarang?Bagaimana caranya aku pulang?
Dia mencoba menyalakannya kembali tetapi tidak bisa. Dia menghentakkan kakinya
dengan frustrasi dan merasa putus asa mencari dan mengingat-ingat lokasi halte bus
terdekat.
Tak lama kemudian dia merasa sakit yang tajam di pergelangan kakinya. Haknya yang
tinggi membuat kulitnya melepuh dan terasa amat sakit.
Vivin mengerang kesakitan dan menggelengkan kepalanya dengan lemah. Itu benar-benar
hari sial baginya.
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇt
Area Rumah Mewah Yasawirya sangat luas dan rasanya ia masih berada di tempat yang
sama meski telah berjalan selama beberapa menit.
Malam semakin dingin, sepoian angin yang bertiup menembus tubuhnya. Ketika getaran
mulai menjalari tulang punggungnya, dia segera menarik kardigannya lebih erat ke tubuh
campingnya sembari terus berjalan.
Tepat saat dia akan berbelok ke jalan lain, tiba-tiba ada cahaya yang menyilaukan
menyorot kearah matanya.
Dia memiringkan kepalanya dan menyipitkan mata untuk memastikan itu taksi atau
bukan. Yang membuatnya cemas, ternyata itu adalah mobil pribadi berwarna hitam.
Nah, apa dugaanku? Taksi di lingkungan mewah itu seperti ini?
Vivin mengerutkan kening dan melihat lebih dekat mobil yang melambat ke arahnya itu.
Tunggu… Mobil ini terlihat tidak asing….
Mobil itu mendekat dan akhirnya berhenti tepat di depannya.
Pintunya terbuka dan pria muda turun dari mobil dengan menarik kursi rodanya.
1/3
Ya, itu adalah Finno.
Lampu mobilnya menyorot sangat terang dalam gelap, jadi Vivin tidak bisa melihatnya
dengan jelas. Tapi dari postur tubuh dan rahangnya yang terpahat, Vivin bisa tahu itu
pasti dia, hanya dalam sekali pandang.
Finno selalu menemukannya di saat-saat tersulit dalam hidupnya, bahkan tanpa
diharapkan, kali inipun dia juga datang.
Kursi rodanya berhenti tepat di depan Vivin. Ketika Finno menatapnya, senyum kecil
mekar pada wajah Vivin. Dia terlihat kaget, namun tetap terlihat manis.
“Kenapa? kau tidak senang melihatku?” Finno menggoda dengan senyum lembut.
Vivin mengangkat alisnya dan tersenyum. “Tentu saja aku senang melihatmu.”
Itu benar. Dia senang melihatnya.
Finno selalu datang setiap kali dia terdampar. Dia selalu menjadi cahaya di ujung
terowongan yang gelap untuknya.
Melihat senyum puas di wajahnya, Finno berseri-seri senang. “Ayo pergi. Dia memberi
isyarat.
Vivin mengangguk riang dan mengikutinya menuju mobil. Dia benar-benar lupa akan rasa
sakit di pergelangan kakinya saat dia berjalan ke arah pria itu. Tapi lepuh itu pecah,
seketika dia berhenti dan mencoba menahan air matanya.
“Ada apa?” Finno melihatnya mengerang kesakitan sembari memeriksa kaki.
Tatapannya menelusuri seluruh kaki dan berhenti di pergelangan kakinya. Alis Finno
berkerut saat dia melihat noda darah merah.
“Tidak apa. Hanya tumit. Nanti bisa di plester ketika sampai rumah.” Tapi sebelum Vivin
lanjut berjalan, Finno membungkuk dan memegang pergelangan kakinya dengan
tangannya.
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏm
“Aku baik-baik saja, Finno… Vivin tiba-tiba merasa tidak nyaman saat sensasi panas
menyebar di pipi merah mudanya.
Jari-jarinya menyentuh kulit Vivin saat dia mengangkat kaki kiri Vivin untuk dilihat lebih
dekat.
Finno memeriksa lukanya dengan hati-hati dan alisnya berkerut khawatir. “Ini berdarah.”
Vivin tersentak saat sentuhannya menggelitik kulitnya. Dia tidak yakin apakah dia
merinding karena rasa sakit atau sentuhannya yang menggetarkan.
“Tidak apa-apa, sungguh,” gumamnya. Sepertinya Vivin tidak bisa berucap jelas.
Darahnya. mendidih dan jantungnya berdetak lebih cepat. Tapi Finno sama sekali tidak
menyadarinya, karena dia terlalu mengkhawatirkan Vivin.
Dia melepas tumitnya dengan segera lalu menarik Vivin ke pinggangnya dengan tarikan
kuat.
2/3
Semuanya terjadi begitu cepat sehingga Vivin tidak punya waktu untuk bereaksi. Vivin
meringis kesakitan dan yang dia tahu dia sudah berada di pelukan Finno, duduk di
pangkuannya.
Dia begitu dekat dengannya hingga bisa merasakan panas memancar dari tubuhnya di
malam yang dingin itu
“Finno!” Dia menatapnya, bingung.
Mata mereka bertemu. Vivin segera membuang muka dengan gugup. Tapi Finno tidak
gentar. Dia bergegas memutar kursi rodanya ke arah mobil dan berkata, “Ayo pulang.”